Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Di Atas Pilpres Ada Keutuhan dan Persatuan Indonesia

Kompas.com - 28/01/2019, 11:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK dilahirkan, Indonesia memang sudah menyandang status sebagai negara bangsa beragam.

Terdapat sekitar 700 suku, lebih dari 1.000 bahasa lokal, serta jumlah penduduk nomor empat terbesar dunia yang tersebar di sekitar 17.000 pulau.

Oleh karena itu,  urgensi kesadaran atas kebinekaan tak bisa ditawar-tawar lagi. Karena dengan kesadaran tersebut akan mendorong penyerbukan sikap saling menghargai eksistensi masing-masing entitas dan akan mengajarkan semua kalangan untuk memandang perbedaan sebagai anugerah yang wajib dijaga dan dirawat.

Namun, diakui atau tidak, keragaman di negeri ini akan terus diuji oleh waktu dan peristiwa-peristiwa. Sebut saja misalnya serbuan berita bohong dan informasi menyesatkan.

Hoaks adalah salah satu sumber konflik yang bisa mengubah perbedaan menjadi bencana,  bukan menjadi pemersatu.

Oleh karena itu, hoaks berserta produsen-produsennya harus dipolisikan, diganjar secara hukum. Apalagi di tahun politik ini, hoaks menjadi ancaman yang serius.

Disebut ancaman serius karena pembuat berita bohong acapkali dimaksudkan untuk  mendelegitimasi proses pemilu yang sedang berlangsung demi meraih kekuasaan.

Disadari atau tidak, penyebaran hoaks semakin mekar sejak lahirnya media sosial sehingga hoaks pun mendadak ikut menjadi bagian dari permainan busuk politik.

Tak sedikit malah pelakunya berasal dari kalangan elite atau orang yang berafiliasi dengan kelompok kepentingan dalam kontestasi politik.

Walaupun fenomena smeacam itu tidaklah fenomena khas Indonesia karena negara lain, seperti Amerika Serikat dan Brasil, juga menghadapi peredaran hoaks dalam kontestasi politik mereka, usaha dan perjuangan untuk memberantas hoaks jangan sampai "kendor".

Kita semua memahami bahwa pelaku industri hoaks juga sangat menyadari bahwa informasi bohong disertai data abal-abal bisa menjadi sarana ampuh untuk menciptakan persepsi publik.

Tujuannya tentu saja meraih dukungan dan suara dalam kontestasi politik. Namun dalam suasana politik seperti saat ini, arus hoaks yang kian deras mengalir di media sosial justru berpotensi mempertajam polarisasi dan pembelahan dalam masyarakat alias berpotensi membelah warga secara ekstrim berdasarkan pilihan politik.

Dengan begitu, hoaks yang terus-menerus diproduksi di media sosial akhirnya berpotensi pula merongrong keutuhan bangsa. Inilah ujung permainan kebohongan yang mesti kita takutkan.

Selanjutnnya, selain untuk menggiring persepsi publik, hoaks juga bisa dimainkan secara strategis oleh kelompok-kelompok tertentu yang menginginkan Indonesia tetap dilingkupi instabilitas.

Kelompok semacam ini sangat resah saat melihat Indonesia damai. Mereka menikmati berbagai peluang di balik berbagai kekacauan informasi yang ada di ruang publik.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com