Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rapat dengan Menkumham, Komisi III Akan Bahas Polemik Pembebasan Ba'asyir

Kompas.com - 23/01/2019, 14:43 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III DPR akan menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Rabu (23/1/2019) pukul 15.00 WIB. Salah satu persoalan yang dibahas adalah polemik wacana pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir.

Pasalnya, menurut anggota Komisi III Sufmi Dasco Ahmad, wacana pembebasan Ba'asyir telah menjadi perhatian masyarakat di dalam dan luar negeri.

"Nanti kami akan tanyakan karena ini sudah jadi perhatian masyarakat di Indonesia dan luar negeri, alur (pembebasan Ba'asyir) bagimana," ujar Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/1/2019).

Di sisi lain, Dasco meminta pemerintah mengkaji secara mendalam mengenai pembebasan Ba'asyir. Hal itu dilakukan agar pembebasan Ba'asyir tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

Baca juga: Maju Mundur Pembebasan Abu Bakar Baasyir

Dasco sepakat dengan sikap pemerintah yang mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam membebaskan Ba'asyir.

Kendati demikian, mekanisme pembebasan Ba'asyir harus sesuai dengan skema yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat, terdapat empat syarat formil bagi narapidana kasus terorisme.

Pertama, bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Kedua, telah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan.

Ketiga, telah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.

Keempat, menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis.

"Hal seperti ini harus melalui kajian yang mendalam, harus dikaji dulu baru action. Jangan rencana action sudah dibuka, timbul kendala baru dikaji," kata Dasco.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu beredar wacana pembebasan tanpa syarat yang akan diterima oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki di Solo, Jawa Tengah, itu.

Wacana tersebut disampaikan Yusril Ihza Mahendra selaku penasihat hukum Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Merunut Rencana Pembebasan Abu Bakar Baasyir dan Polemiknya...

Yusril menyebut, Presiden Jokowi memberikan kebebasan ini atas dasar kemanusiaan, mengingat usia Ba'asyir yang sudah tua dan kondisi kesehatan yang semakin menurun.

Ba'asyir divonis 15 tahun penjara pada 2011 dan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.

Kebebasan yang akan diberikan kepada Ba'asyir berupa kebebasan murni, bukan bersyarat, bukan pula menjadikannya sebagai tahanan rumah, sesuai permintaan Presiden Joko Widodo.

Namun wacana tersebut batal karena tidak terpenuhinya syarat yang ditetapkan dalam undang-undang. Hal itu disampaikan oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko.

Kompas TV Berikut 3 berita terpopuler rangkuman KompasTV hari ini. Pertama, pemerintah masih kaji ulang rencana pembebasan Abu Bakar Ba'syir. Berikutnya, setelah masa sosialisasi 2 pekan sistem bagasi berbayar, hari ini Lion Air & Wings Air berlakukan tarif bagasi untuk penumpang domestik. Terakhir, Gubernur non-aktif Jambi Zumi Zola resmi diberhentikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com