Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon: Masak Menko Polhukam Koreksi Presiden, Bagaimana Ceritanya?

Kompas.com - 22/01/2019, 12:55 WIB
Jessi Carina,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon heran dengan perbedaan kebijakan yang ditunjukan pemerintah dalam waktu beberapa hari terkait pembebasan terpidana kasus tindak pidana terorisme Ustaz Abu Bakar Ba'asyir.

Dia mengacu pada pernyataan resmi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto bahwa pembebasan Ba'asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.

"Ini kan Presiden sendiri yang bicara. Masa Menko Polhukam mengoreksi Presiden, bagaimana ceritanya?" ujar Fadli di kompleks parlemen, Selasa (22/1/2019).

Baca juga: Pembebasan Dikaji, Kubu Baasyir Pertanyakan Inkonsistensi Pemerintah

 

Menurut Fadli, seharusnya apa yang disampaikan seorang Presiden harus diikuti oleh menterinya. Dia bingung Wiranto malah terkesan mengoreksi pernyataan Jokowi yang mengakui rencana pembebasan Ba'asyir.

Dia pun menyindir hubungan Jokowi dengan pengacara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra. Yusril sempat mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah bersedia membebaskan Ba'asyir.

"Jadi menurut saya, mana yang benar sekarang? Presiden atau menterinya atau juru bicara TKN-nya Yusril Ihza Mahendra?" kata dia.

Baca juga: Keluarga Berharap Baasyir Dibebaskan Sesuai Keputusan Awal Jokowi

Menurut dia, kegamangan ini akibat niat untuk memolitisasi kasus ini. Fadli berpendapat rencana pembebasan Ba'asyir adalah upaya untuk mendapat dukungan dari kalangan umat Islam.

"Orang sudah tahu kok kalau ini cuma permainan politik dan menjadikan hukum mainan politik atau manuver politik," ujar Fadli.

Sebelumnya, pada Senin (21/1/2019) petang, Wiranto menegaskan, pembebasan Ba'asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.

"(Pembebasan Ba'asyir) masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya. Seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," kata Wiranto membaca naskah siaran pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.

Baca juga: Yusril Optimistis Pemerintah Bebaskan Baasyir, Ini Alasannya...

Keluarga Ba'asyir memang telah mengajukan permintaan pembebasan sejak tahun 2017. Alasannya, Ba'asyir yang divonis 15 tahun hukuman penjara sejak 2011 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu sudah berusia sepuh. Kesehatannya pun semakin memburuk.

Presiden, lanjut Wiranto, sangat memahami permintaan keluarga tersebut.

"Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut," ujar Wiranto.

Baca juga: Langkah Polri Terkait Rencana Pembebasan Abu Bakar Baasyir

Sementara itu beberapa hari sebelumnya, Presiden Joko Widodo membenarkan bahwa ia telah menyetujui pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir.

Menurut Jokowi, Baasyir yang belum menjalani seluruh masa hukumannya dibebaskan karena alasan kemanusiaan.

"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan, artinya Beliau kan sudahsepuh (tua). Ya pertimbangannya pertimbangan kemanusiaan. Karena sudahsepuh. Termasuk ya tadi kondisi kesehatan," kata Jokowi.

Kompas TV Keluarga Abu Bakar Ba'asyir telah mengajukan permintaan pembebasan sejak tahun 2017. Permintaan bebas Ba'asyir yang divonis 15 tahun penjara sejak 2011 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah karena alasan usia. Meski beberapa waktu lalu, adaopsi dari Presiden Joko Widodo untuk memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Abu Bakar Ba'asyir. Namun, wacana pembebasan terpidana terorisme Ba’asyir dari lembaga pemasyarakatan Gunung Sindur kembali dikaji ulang. Ada apakah opsi pembebasan dari terpidana perkara terorisme Ba’asyir ini? Simak pembahasannya dari aspek hukum bersama pakar hukum pidana, Abdul Fickar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com