Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hoaks Kian Masif, Masyarakat Diajak Berpikir Kritis Jelang Pemilu 2019

Kompas.com - 11/01/2019, 18:52 WIB
Christoforus Ristianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 akan berlangsung sekitar 3 bulan lagi. Untuk pertama kalinya, pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan.

Jelang pemilu, masyarakat diharapkan tidak mudah tertipu oleh berita bohong (hoaks) dan harus berpikir yang kritis.

Hal itu mengemuka dalam diskusi yang digagas Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) dengan tema "Memilih Melampaui Hoaks" di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (11/1/2019).

Baca juga: Kominfo Rilis 9 Hoaks, dari Isu 7 Kontainer hingga Kaesang Kibarkan Bendera PKI

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Irine Hiraswari Gavatri mengungkapkan, adanya hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos menjadi peringatan untuk masyarakat Indonesia untuk kritis terhadap apa pun yang ada di media sosial.

"Berpikir kritis terhadap apa yang ada di media sosial itu perlu, jangan mudah terpengaruh dengan twit orang lain. Harus telusuri dulu, siapa mengatakan apa dan di mana, referensinya apa, dan sebagainya," kata Irine.

Irine menjelaskan, selama masa kampanye hingga hari pemilihan, masyarakat harus dibiasakan terpapar oleh berita-berita yang benar, baik itu sisi negatif maupun positif dari kandidat pasangan calon.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Hoaks Surat Suara Tercoblos, KPU Dinilai Perlu Kerja Sama dengan Intelijen

Demikian pula tim sukses, lanjutnya, juga harus mengoreksi diri sendiri dengan tidak menyampaikan referensi yang mampu memecah belah pemilih.

"Masyarakat harus kritis dengan apa yang disampaikan aktor politik yang sering berkicau di media sosial. Tanya apa program capres dan cawapres yang mereka usung, rekam jejak, dan lainnya," ujar Irine.

Sementara itu, Direktur LPI Boni Hargens menyatakan, hoaks di tahun politik sebenarnya sebuah strategi kelompok tertentu yang ingin membangun persepsi buruk untuk menghancurkan demokrasi.

Baca juga: Polisi Janji Secepatnya Tuntaskan Kasus Hoaks Surat Suara

"Hoaks ini akan sulit kalau bicara kapan akan bisa dihentikan, tidak akan pernah bisa karena ini adalah skenario politik kelompok tertentu," ujar Boni.

Ia juga meminta seluruh lapisan masyarakat untuk tidak menganggap hoaks di tahun politik sebagai masalah yang ringan.

Pasalnya, dari contoh hoaks tujuh kontainer tersebut dinilai mempengaruhi stabilitas negara dan bisa berujung pada ketidakpercayaan terhadap lembaga penyelenggara Pemilu.

"Yang dicapai adalah merusak citra dan integritas KPU. Sehingga jika ada kandidat tertentu kalah, maka bisa saja yang disalahkan KPU," kata Boni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com