JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mardani Ali Sera, menilai, adanya berita bohong atau hoaks lebih banyak mudharatnya dan merugikan masyarakat. Sehingga menurut Mardani, isu hoaks perlu mendapatkan penekanan saat debat pertama pilpres 17 Januari 2019.
"Di titik ini saya berkepentingan menyampaikan ke Pak Prabowo atau mungkin Pak Jokowi saat debat pertama mungkin walaupun isunya HAM, korupsi, penegakan hukum dan terorisme," ujar Mardani Kantor Indikator Politik Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).
Baca juga: 3 Permasalahan Hukum yang Sebaiknya Dikedepankan Paslon dalam Debat Pertama
"Hoaks ini perlu mendapat penekanan, karena keseluruhan diksi-diksi yang substansial menjadi hilang ketika muncul emosi yang berbasis hoaks," lanjutnya.
Mardani menyatakan, hoaks menjadi parasit bahkan bisa menjadi penyakit kanker yang menggerogoti demokrasi di Indonesia.
Pada kesempatan itu, Mardani memberikan saran baik kepada kubu Prabowo dan Jokowi untuk duduk bersama memberi klarifikasi terhadap hoaks maupun isu fitnah.
Baca juga: Ketua KPU: Diberikannya Kisi-Kisi ke Paslon Tak Akan Hilangkan Esensi Debat
Isu-isu personal capres seperti tuduhan orang tua Jokowi Kristen, tuduhan Jokowi Beretnis Cina, isu kebangkitan PKI, serta isu Prabowo terlibat penculikan aktivis 1997/1998.
Hal itu, kata Mardani, bisa menjadi salah satu cara menurunkan tensi jelang pemilu.
"Karena itu saya akan berjuang dengan tim untuk berdiskusi membahas tema yang kalau perlu ada konpers bersama bahwa Pak Jokowi keturunan komunis hoaks, Prabowo pelaku pelanggaran berat HAM itu hoaks, kita bersama-sama konferensi pers, ini menurunkan tensi," kata Mardani.
Baca juga: BPN Prabowo-Sandiaga Usul Capres-Cawapres Tak Usah Bawa Contekan Saat Debat
Mardani menekankan pentingnya literasi bukan hanya kepada akar rumput setiap pendukung pasangan calon, namun juga bagi elite politik.
Ia menambahkan, perbedaan pendapat merupakan hal yang biasa. Semua masyarakat memiliki tanggung jawab untuk membawa Indonesia lebih baik dan maju.
“Kita boleh berbeda pendapat, kita punya mazhab yang berbeda agar Indonesia terus dinamis ada tesis, antitesis, sintesis. Semuanya tetap dalam kerangka etika ruang publik, semua punya tanggung jawab untuk mewariskan Indonesia kebih baik kepada anak cucu kita,” tutur Mardani.