JAKARTA, KOMPAS.com — Korupsi di Indonesia seperti kanker stadium empat. Demikian Prabowo Subianto menggambarkan korupsi yang terjadi di Indonesia. Hal itu disampaikan calon presiden nomor urut 02 itu saat berbicara pada acara "The World in 2019 Gala Dinner" yang diselenggarakan majalah The Economist di Hotel Grand Hyatt Singapura beberapa hari lalu.
Menurut Prabowo, Indonesia sudah masuk darurat korupsi.
Pasalnya, dari pejabat negara, kalangan anggota Dewan, menteri hingga, hakim tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Isu utama di Indonesia sekarang adalah maraknya korupsi, yang menurut saya sudah seperti kanker stadium empat," ujar Prabowo seperti dikutip dari siaran persnya, Rabu (28/11/2018).
Akibat maraknya korupsi, Prabowo mengatakan, angka kemiskinan rakyat Indonesia meningkat. Sementara para elitenya justru hidup berkecukupan.
Pidato Prabowo di Singapura itu kemudian memancing komentar, terutama dari kubu calon presiden pesaingnya, Joko Widodo.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf mengkritik isi pidato Jokowi itu.
Juru bicara TKN Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Mukhamad Misbakhun, menilai, Prabowo seharusnya tidak menggembar-gemborkan persoalan korupsi di Indonesia di depan masyarakat internasional.
Menurut dia, pernyataan Prabowo bukan jalan keluar bagi Indonesia menuju bebas korupsi.
"Harusnya prinsip yang dipegang itu adalah right or wrong, is my country. Membuka borok bukanlah sebagai bentuk penyelesaian, bukan juga sebagai bentuk jalan keluar," ujar Misbakhun.
Kritik yang lebih keras disampaikan oleh politisi PDI-P, Ahmad Basarah. Basarah menyebut maraknya korupsi di Indonesia dimulai sejak era Presiden Soeharto. Oleh karena itu ia menyebut Soeharto sebagai guru dari korupsi di Indonesia.
"Jadi, guru dari korupsi indonesia sesuai TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 itu mantan Presiden Soeharto dan itu adalah mantan mertuanya Pak Prabowo," kata Basarah.
Dengan menyinggung permasalahan korupsi, Prabowo seperti memercik air di dulang terpercik muka sendiri. Menurut Basarah, Prabowo menjadi bagian dari kekuasaan Orde Baru.
Setelah memancing kritik kubu lawan, kini pendukung Soeharto pun ikut tersinggung. Bukan tersinggung dengan pidato Prabowo, melainkan dengan pernyataan Basarah.
Ketua DPP Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang mengatakan, julukan itu tak pantas ditujukan kepada Soeharto.