Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Prabowo Sebut Korupsi di Indonesia seperti Kanker Stadium 4...

Kompas.com - 30/11/2018, 08:35 WIB
Jessi Carina,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Korupsi di Indonesia seperti kanker stadium empat. Demikian Prabowo Subianto menggambarkan korupsi yang terjadi di Indonesia. Hal itu disampaikan calon presiden nomor urut 02 itu saat berbicara pada acara "The World in 2019 Gala Dinner" yang diselenggarakan majalah The Economist di Hotel Grand Hyatt Singapura beberapa hari lalu.

Menurut Prabowo, Indonesia sudah masuk darurat korupsi.

Pasalnya, dari pejabat negara, kalangan anggota Dewan, menteri hingga, hakim tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Isu utama di Indonesia sekarang adalah maraknya korupsi, yang menurut saya sudah seperti kanker stadium empat," ujar Prabowo seperti dikutip dari siaran persnya, Rabu (28/11/2018).

Akibat maraknya korupsi, Prabowo mengatakan, angka kemiskinan rakyat Indonesia meningkat. Sementara para elitenya justru hidup berkecukupan.

Pidato Prabowo di Singapura itu kemudian memancing komentar, terutama dari kubu calon presiden pesaingnya, Joko Widodo.

Tanggapan kubu Jokowi

Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf mengkritik isi pidato Jokowi itu.

Juru bicara TKN Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Mukhamad Misbakhun, menilai, Prabowo seharusnya tidak menggembar-gemborkan persoalan korupsi di Indonesia di depan masyarakat internasional.

Menurut dia, pernyataan Prabowo bukan jalan keluar bagi Indonesia menuju bebas korupsi.

"Harusnya prinsip yang dipegang itu adalah right or wrong, is my country. Membuka borok bukanlah sebagai bentuk penyelesaian, bukan juga sebagai bentuk jalan keluar," ujar Misbakhun.

Kritik yang lebih keras disampaikan oleh politisi PDI-P, Ahmad Basarah. Basarah menyebut maraknya korupsi di Indonesia dimulai sejak era Presiden Soeharto. Oleh karena itu ia menyebut Soeharto sebagai guru dari korupsi di Indonesia.

"Jadi, guru dari korupsi indonesia sesuai TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 itu mantan Presiden Soeharto dan itu adalah mantan mertuanya Pak Prabowo," kata Basarah.

Dengan menyinggung permasalahan korupsi, Prabowo seperti memercik air di dulang terpercik muka sendiri. Menurut Basarah, Prabowo menjadi bagian dari kekuasaan Orde Baru.

Pendukung Soeharto tersinggung

Setelah memancing kritik kubu lawan, kini pendukung Soeharto pun ikut tersinggung. Bukan tersinggung dengan pidato Prabowo, melainkan dengan pernyataan Basarah.

Ketua DPP Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang mengatakan, julukan itu tak pantas ditujukan kepada Soeharto.

Ia mengatakan, praktik korupsi tak hanya terjadi pada era Soeharto.

"Korupsi itu sudah ada sejak zaman Hindia-Belanda. Maka julukan bapak korupsi tak pantas dialamatkan pada H.M Soeharto, Presiden ke-2 RI yang punya jasa membangun bangsa ini. Beliau tidak pernah mengajarkan korupsi," ujar Andi.

Andi meminta agar Basarah tak lagi membawa nama Soeharto untuk mencari popularitas.

"Mohon kepada Bapak Ahmad Basarah agar tidak membawa-bawa nama Pak Harto, bapak ideologi kami di Partai Berkarya. Dalam mencari popularitas pribadi maupun yang dikampanyekan. Mari berpolitik yang santun dan sehat," ujar Andi.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso menegaskan bahwa sampai hari ini tak ada bukti secara hukum bahwa Soeharto melakukan korupsi selama 32 tahun memimpin Indonesia.

Priyo menilai harusnya setiap kepemimpinan seorang presiden dipandang dari hal-hal yang positif.

"Mestinya sisi jasa besar para pemimpin yang dikedepankan. Bukan karena hanya kepentingan respons politik sesaat, kemudian menggunakan cara-cara seperti itu," kata mantan pimpinan DPR ini.

Respons Gerindra

Menanggapi berbagai reaksi atas pidato Prabowo, Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria membantah bahwa Prabowo ingin membuat citra Indonesia buruk lewat pidatonya di Singapura.

Menurut Riza, tak ada niatan Prabowo menjelekkan negara sendiri karena negara lain sudah mengetahui terkait masifnya korupsi di Indonesia.

"Kita bukan menjelekkan Indonesia di negara luar. Negara lain itu mohon maaf, tidak kalah hebat, lebih tahu. Negara lain itu punya media, punya intelijen, punya aparat, punya semua, jadi tahu," ujar Riza di Kompleks Parlemen, Rabu (28/11/2018).

"Hal-hal seperti itu enggak perlu diumpetin, mereka tahu tuh indeks korupsi kita meningkat," tambah dia.

Riza mengatakan, negara lain umumnya melakukan survei ke negara tetangga untuk membuat perbandingan.

Riza menyebut, dalam pidatonya Prabowo hanya menegaskan problem yang terjadi di Indonesia.

Masalah itu yang akan dibenahi Prabowo jika berhasil memenangkan Pemilihan Presiden 2019.

"Inilah masalah Indonesia yang akan diatasi oleh Pak Prabowo karena masalah korupsi ini masalah yang sangat krusial," kata Riza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com