Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Bangsa Kita Butuh Pendidikan Politik dari para Calon Presiden”

Kompas.com - 24/11/2018, 16:16 WIB
Reza Jurnaliston,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masa kampanye calon presiden sudah dua bulan lebih. Namun, menurut peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), belum ada pertukaran ide dan gagasan yang disampaikan dari para kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden beserta timnya.

Justru yang terjadi adalah tindakan saling serang, saling melemahkan, ujaran kebencian, berita bohong (hoaks), dan saling lapor ke polisi.

Syamsuddin menyayangkan bila masa kampanye malah dipenuhi hoaks, pernyataan kontroversial dari kandidat dan elite politik, dan hal lain yang tidak mendidik.

Menurut Syamsuddin, saat ini masyarakat membutuhkan semacam pendidikan politik dari para calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

“Bangsa ini butuh pendidikan politik oleh calon-calon presiden dan elite politiknya, supaya apa? supaya bangsa ini ke depan menjadi lebih dewasa lagi. Demokrasi kita lebih maju dan pemerintah lebih bertanggung jawab,” tutur Syamsuddin di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (23/11/2018).

Syamsuddin menuturkan, semestinya para kandidat calon presiden dan wakil presiden atau partai politik tidak untuk saling menunggu kapan mengemukakan visi, misi, dan program kerjanya.

“Mestinya di awal apa yang hendak dibenahi atau dilanjutkan oleh Pak Jokowi dengan Nawacita. Kemudian apa gagasan Pak Prabowo mengenai swasembada pangan segala macamnya, kan tidak cukup dengan jargon,” tutur Syamsuddin.

Syamsuddin menuturkan, saat ini dibutuhkan kebijakan konkret dan langsung dirasakan dampaknya oleh rakyat.

Baca juga: Elite Disebut Bertanggung Jawab Beri Pendidikan Politik ke Publik

Menurut Syamsuddin, bila terlalu banyak diisi dengan sindiran tak bermutu antar kandidat mengakibatkan demokrasi kurang berkualitas.

Sementara, Ketua Umum PAN Bara Hasibuan mengakui bila partai politik kurang mendorong elit-elitnya untuk “bertarung” dalam bentuk gagasan, program di Pemilu 2019.

“Memang demokrasi kita langsung, tapi di sini popularitas lebih menjadi faktor daripada kualitas. Jadi harusnya memang disini tanggungjawab parpol dan saya dari parpol itu saya akui kita harus meningkatkan kualitas sehingga debat menjadi secara subtansial,” ujar Anggota DPR Komisi VII tersebut.

Kompas TV Apa kritikan dan masukan dari tim sukses Prabowo-Sandi terkait lapangan pekerjaan untuk rakyat Indonesia? Langkah apa yang sudah dan akan diambil Jokowi terkait jaminan pekerjaan untuk warganya?<br /> Kita bahas bersama Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Handi Risza Idris serta wakil direktur tim kampanye nasional Jokowi-Maruf Amin Deddy Sitorus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com