JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkapkan keprihatinannya terhadap kasus yang menimpa Baiq Nuril Maknun.
Baiq Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang justru divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA).
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Bidang Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementerian PPPA, Nyimas Aliah, mengatakan, sejak awal kasus ini telah menjadi perhatian Kementerian PPPA.
"Jadi kasus ini juga cukup menarik perhatian kami, karena Nuril korbannya adalah seorang perempuan, ibu rumah tangga yang punya anak-anak yang harus dibesarkan," ujar Nyimas Aliah, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/11/2018).
Baca juga: Baiq Nuril: Saya Lega Dengar Kabar dari Kejagung, Saya Langsung Teriak 2 Kali...
"Pertama kali kasus Nuril pada waktu sebelum yang kedua ini, memang KPPPA melalui Deputi Hak Perempuan waktu itu, saya bersama Deputi Perlindungan Perempuan pernah juga hadir di sidangnya untuk memberi masukan terkait perlindungan hak perempuan," lanjut dia.
Nyimas menjelaskan, selama kasus yang menimpa Baiq Nuril berjalan, KPPPA terus mendampingi Nuril.
Pendampingan tersebut dilakukan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P3TP2A) di tingkat provinsi.
"KPPPA tetap pada posisi pendampingan karena hak korban, kemudian memberikan penguatan mental spiritual, bila membutuhkan," ujar dia.
Nyimas mengatakan, ada beberapa layanan pada tahap penanganan yang diberikan KPPPA terhadap korban seperti Nuril.
Baca juga: Setelah Dinyatakan Bersalah, Baiq Nuril Fokus Penjarakan Pria yang Melecehkannya
Kelima layanan tersebut terdiri dari pengaduan, rehabilitasi sosial, bantuan dan pendampingan hukum, serta layanan berintegrasi dan pemulangan.
Selain memberikan pendampingan, Nyimas menyebutkan, untuk layanan pendampingan hukum, pihak Nuril belum mengajukan permintaan kepada pihak KPPPA.
"Iya teman-teman kami di daerah mendampingi, merek juga melaporkan kalau nanti mereka membutuhkan bantuan hukum, kita juga sudah siapkan, tapi sejauh ini keluraga Nuril belum mengajukan," kata Nyimas.
KPPPA juga memberikan pemberdayaan kepada para korban, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun hukum.
Menurut Nyimas, layanan tersebut juga telah ditawarkan kepada Nuril, tetapi Nuril belum memiliki waktu untuk membuat proposal terkait usahanya.
Baca juga: Fakta Baru Kasus Nuril, Kejagung Tunda Eksekusi hingga Dukungan ala Jokowi
"Waktu itu kami juga menyarankan pemberdayaan, karena dia sudah enggak pegawai honorer lagi, dan karena dia adalah korban, 'Nuril mau usaha apa? Apakah salon?''. Iya dia tertarik salon, tapi dia belum sempat mengajukan proposal karena masih sibuk ngurusin anaknya," ujar dia.
Terkait kasus ini, Nuril divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) atas tindakan penyebaran rekaman suara perilaku asusila yang dilakukan atasannya.
Ia dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Nuril juga dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.