JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga, menjelaskan penyebab calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo sampai mengucapkan kata-kata politisi sontoloyo dan politik genderuwo.
Menurut dia, hal ini tidak lepas dari sikap pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Arya mengatakan, saat kampanye, pasangan tersebut sering menyerang pemerintah dengan isu ekonomi, salah satunya kenaikan harga.
Jokowi berpandangan, hal itu tidak benar.
Baca juga: Fahri Hamzah: Saya Dengar Ada Problem Konsolidasi di Tim Pak Prabowo
"Ketika dikatakan harga naik oleh pihak sebelah pakai petai lah, tempe lah. Ini kan fakta yang tidak benar. Datanya inflasi tidak tinggi. Inflasi enggak tinggi, harga tidak mungkin naik. Nah, kami katakan fakta itu," ujar Arya, di Posko Cemara, Kamis (15/11/2018).
Namun, data yang disampaikan Jokowi tidak pernah dipedulikan oleh pihak Prabowo-Sandiaga.
Arya menilai, Prabowo-Sandiaga dan timnya terus-menerus mengulang isu itu. Dalam kampanyenya, Sandiaga terus menyebutkan harga naik.
Baca juga: Tim Jokowi-Maruf: Satu Setengah Bulan Kampanye, Prabowo-Sandi Sudah 3 Kali Minta Maaf
Melihat hal ini, kata Arya, Jokowi menyimpulkan bahwa pernyataan itu hanya untuk menakuti rakyat.
"Dia dikasih data enggak, mau dikasih bukti enggak mau. Ya kami kasih sebutan genderuwo, untuk nakutin saja gitu. Genderuwo lebih untuk menjawab ketidakmauan mereka menerima data," ujar Arya.
Arya kemudian mencontohkan pernyataan Prabowo yang menyebut 99 persen orang Indonesia hidup pas-pasan.
Prabowo menyampaikan itu mengacu pada data Bank Dunia.
Belakangan, kata Arya, Bank Dunia memberi pernyataan tidak pernah mengeluarkan data itu.
Isu lainnya, soal polemik impor jagung.
Baca juga: Tim Kampanye Jokowi Bilang Penyataan Harga di Pasar Naik Menakuti Masyarakat
Arya mengatakan, dalam sebuah acara televisi tim Jokowi-Ma'ruf pernah berdebat dengan tim Prabowo-Sandiaga soal ini.
Tim Jokowi-Ma'ruf menunjukkan data bahwa sebenarnya tren impor jagung turun signifikan sejak 2016.
"Tetapi apakah data itu mereka mau terima? Enggak bos, kata mereka 'Yang penting itu masih impor'. Makanya keluar diksi genderuwo itu," kata Arya.
Arya mengatakan, isu yang paling sering dibahas oleh Prabowo-Sandiaga adalah isu kenaikan harga, tenaga kerja, impor, dan kemiskinan.
Menurut dia, tak peduli bagaimana Jokowi menjawab kritikan itu dengan data, mereka akan tetap mempermasalahkannya.
Pada akhirnya, kata Arya, itu semua yang menyebabkan Jokowi mengeluarkan istilah sontoloyo dan genderuwo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.