JAKARTA, KOMPAS.com - Pejabat pada Kementerian Dalam Negeri Dudy Jocom divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Dudy juga diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar ketua majelis hakim Sunarso saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam pertimbangan, majelis hakim menilai, perbuatan Dudy tidak membantu pemerintah dalam memberantas korupsi.
Dudy tidak mengakui perbuatan dan tidak mengakui menerima sejumlah uang fee.
Hukuman terhadap Dudy lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, jaksa menuntut Dudy dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Menurut majelis hakim, Dudy menjadi tersangka dalam kasus pembangunan di tiga proyek lainnya.
Dudy terbukti menerima suap Rp 4,2 miliar. Perbuatan Dudy bersama-sama mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan menyebabkan kerugian negara Rp 34 miliar.
Keuntungan pribadi dan kerugian negara itu terjadi dalam proyek pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan Gedung Kampus IPDN di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Proyek itu dianggarkan pada tahun 2011.
Awalnya, Kemendagri mengadakan proyek lanjutan pembangunan Gedung IPDN dengan pagu anggaran sebesar Rp 127,8 miliar.
Dudy selaku pejabat pembuat komitmen bersama-sama Bambang Mustaqim selaku Senior Manager Pemasaran Divisi Gedung PT Hutama Karya berencana mengatur sendiri pemenang lelang yang akan menjadi pelaksana proyek.
Dudy kemudian membuat nota dinas terkait pelaksanaan lelang yang sudah diatur secara sepihak dan diskriminatif untuk memenangkan PT Hutama Karya.
Atas sepengetahuan Dudy, panitia pengadaan memanipulasi sistem penilaian evaluasi administrasi dan teknis untuk memenangkan PT Hutama Karya.
Pada akhirnya, PT Hutama Karya menandatangani kontrak dengan penawaran harga senilai Rp 125,6 miliar. Setelah itu, Dudy menangih fee kepada Budi Rachmat Kurniawan.
Menurut majelis hakim, dalam melaksanakan pekerjaan, PT Hutama Karya mensubkontrakan seluruh pekerjaan utama yang nilainya Rp 35 miliar.
Tak hanya itu, PT Hutama Karya juga membuat subkontrak fiktif terhadap sejumlah pekerjaan yang senilai Rp 8,2 miliar.
Dudy juga memerintahkan panitia penerima hasil pengadaan barang dan jasa untuk tidak melakukan pemeriksaan dan penilaian hasil pekerjaan pembangunan kampus.
Perbuatan Dudy juga memperkaya sejumlah orang yang nilainya lebih dari Rp 4,5 miliar. Kemudian memperkaya PT Hutama Karya sebesar Rp 22 miliar.
Dudy terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.