JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memandang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai politik mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah sebagai upaya mengembalikan tujuan awal DPD.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada 23 Juli lalu menyatakan, melarang pengurus partai politik menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Hal itu, menurut Refly, dapat dilihat sebagai ikhtiar untuk mengembalikan semangat awal didirikannya DPD, yakni, untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
“Menurut saya putusan MK sudah benar, agar jangan sampai partai politik ini ibarat bersaing tidak pada pintu yang sebenarnya. Pintu yang sebenarnya kan DPR,” kata Refly melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Kamis (1/11/2018) malam.
Baca juga: Kalau Perwakilan DPD Sama dengan Perwakilan Parpol Buat Apa Jadinya
Putusan MK tentang syarat anggota DPD ini terkait dengan uji materi terhadap Pasal 182 Huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang tertulis, ”bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai ketentuan perundang-undangan”.
Refly menyanyangkan sejumlah pengurus partai politik yang akan kembali maju sebagai anggota DPD pada Pemilu 2019.
“Ketika mereka maju sebagai calon independen (DPD) masyarakat tau mereka adalah orang-orang yang berada di luar struktur parpol ‘eh tiba-tiba berbondong-bondong masuk partai politik tertentu’ menurut saya mengecilkan arti DPD jadinya,” ujar Refly.
“Menurut saya sangat aneh seorang partai politik malah bersaingnya menjadi calon anggota DPD,” sambung Refly.
DPD harus diperkuat fungsi dan perannya
Refly menilai, lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) harus diperkuat fungsi dan perannya.
Menurut Refly, anggota DPD harus “steril” dari anggota atau pengurus partai politik.
“Saya kira orang yang akan masuk ke sana (DPD) harusnya orang-orang hebat semua,” kata Refly.
“DPD harus dipurifikasi (dimurnikan) bahwa yang masuk DPD adalah orang-orang yang memang berasal dari jalur non parpol, walaupun pernah menjadi anggota parpol telah nonaktif,” sambung Refly.
Baca juga: KPU Disarankan Ikuti Putusan MK soal Anggota DPD Tak Boleh Pengurus Parpol
DPD, kata Refly, harus membuktikan perannya dengan cara yang lebih piawai. Refly menuturkan, para perwakilan daerah itu harus memiliki pendirian dan sikap terhadap permasalahan bangsa saat ini.
“Menurut saya DPD harus punya sikap, bukan orang-orang yang “ngekor” presiden malah jadi tim kampanye ke mana-mana kan aneh jadinya,” ujar Refly.
Selain itu, ia juga berpendapat, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) saat ini telah melenceng dari khittahnya sebagai lembaga pengawasan. Menurut Refly, telah terjadi gejala parpolisasi di dalam lembaga DPD.
“Kalau perwakilan DPD sama dengan perwakilan partai politik buat apa jadinya, untuk apa dihadirkan DPD karena sama (DPR) yang nggak ada gunanya dan DPD harus berbeda,” ujar Refly.
DPD, tutur Refly, memiliki peran yang penting, strategis, serta menjadi penyeimbang dalam sistem ketatanegaraan.
Selama ini, kata Refly, DPD sangat lemah perannya dibandingkan DPR.
“Jalan DPD sebagai lembaga penyeimbang check and balances dari dua hal, dari partai politik dan kedua dengan daerah,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.