JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik LIMA Ray Rangkuti menegaskan, negara lewat APBN tidak wajib membiayai saksi dari partai politik dalam sebuah Pemilu. Sebab, tidak ada dasar hukumnya.
"Pengadaan saksi partai politik bukan kewajiban di dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Jadi, parpol itu boleh mengajukan saksi, boleh juga tidak. Kewajiban pemerintah memang untuk memfasilitasi. Tetapi bukan kewajiban partai politik untuk menyediakan saksi," ujar Ray dalam diskusi yang digelar di Sekretariat Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (18/10/2018).
"Jadi logika kita, sesuatu yang tidak diatur di dalam undang-undang kewajibannya sebagai perangkat dari negara, kok tiba-tiba diusulkan dibiayai oleh negara, dari mana logikanya?" lanjut dia.
Baca juga: Pengamat: Dana Saksi Rp 10 Triliun Setara dengan 80.000 Rumah bagi Korban Bencana
Ray mengatakan bahwa saksi yang diamanatkan oleh UU Pemilu hanyalah saksi dari Badan Pengawas Pemilu atau yang disebut 'Pengawas Tempat Pemungutan Suara'.
Pasal 89 ayat (2) UU Pemilu menyebut bahwa , "Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, Bawaslu Kelurahan/ Desa, Panwaslu LN dan Pengawas TPS."
Di Pasal 91 ayat 7 ditegaskan kembali bahwa "Pengawas TPS berkedudukan di setiap TPS."
Baca juga: PAN Setuju Jika Dana Saksi Pemilu dari APBN Dikelola Bawaslu
Adapun, saksi dari partai politik diatur pada Pasal 360 ayat 3, yakni berbunyi "pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi partai politik peserta pemilu dan saksi pasangan calon."
Adapun, pada ayat (6) disebutkan "saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dan partai politik peserta pemilu atau pasangan calon/ tim kampanye."
Ray melanjutkan, apabila pemerintah menyetujui dana saksi parpol dibiayai APBN, hal itu menuai persoalan baru, yakni soal akuntabilitas. Sebab sekali lagi Ray mengatakan bahwa pembiayaan semacam itu tidak memiliki dasar hukum. Termasuk soal mekanisme pertanggungjawaban.
"Atas dasar apa ya nanti negara mempertanggungjawabkan uang yang keluar atas sesuatu yang sebetulnya tidak ada dasar hukumnya tadi," ujar dia.
Diberitakan, usulan itu memang dilontarkan pertama kali Komisi II DPR. Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali menjelaskan, ada dua alasan mengapa usulan itu dilontarkan.
Pertama, seluruh fraksi di Komisi II sepakat dana saksi parpol tak dibebankan ke parpol agar menciptakan keadilan dan kesetaraan. Sebab, tidak semua parpol peserta Pemilu memiliki cukup dana untuk membiayai saksi.
Kedua, usulan tersebut demi menghindarkan para caleg membiayai saksinya sendiri. Hal itu sudah terbukti menyebabkan dampak negatif. Meski demikian, Komisi II juga menyerahkan keputusan itu kepada pemerintah.
"Itu tergantung dari kemampuan keuangan pemerintah. Kalau pemerintah menyatakan tidak ada dana yang tersedia, ya sudah. Artinya kembali kepada partai sendiri untuk menanggung itu," kata politikus Partai Golkar itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.