Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Imbalan untuk Pelapor Korupsi Menurunkan Daya Juang Aktivis Anti-korupsi"

Kompas.com - 11/10/2018, 08:51 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyoroti Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam PP 43/2018 itu, pelapor tindak pidana korupsi bisa mendapatkan hadiah maksimal Rp 200 juta dari pemerintah.

Menurut Boyamin, regulasi itu berpotensi menurunkan daya juang para relawan anti-korupsi.

"Aktivis anti-korupsi bersifat relawan sehingga pemberian imbalan tersebut akan menurunkan daya juang relawan anti-korupsi," ujar Boyamin melalui keterangan tertulis, Kamis (11/10/2018).

Baca juga: Ini Syarat Pelapor Kasus Korupsi Bisa Dapat Rp 200 Juta

"Di sisi lain, imbalan tersebut juga mampu memberikan peluang bagi oknum aktivis anti-korupsi menjadi pemeras (blackmail) karena adanya rangsangan imbalan sebagaimana terjadi di film-film koboi," lanjut dia.

Boyamin berpendapat, PP tersebut seharusnya tidak perlu ada. Sebab, Pasal 165 KUHP telah mengamanatkan setiap warga negara untuk wajib melaporkan jika mengetahui sebuah tindak kejahatan, termasuk tindak pidana korupsi.

Pemerintah seharusnya lebih mementingkan peningkatan kualitas aparat hukum.

Menurut dia, kualitas aparat hukum saat ini belum mampu menempatkan Indonesia pada posisi terbaik dalam hal indeks pemberantasan korupsi karena masih berada di bawah angka empat.

"Kami khawatir isu imbalan ini hanya dipakai untuk menutupi kegagalan pemerintah dalam memberantas korupsi," ujar dia.

Baca juga: Pelapor Kasus Korupsi Dapat Imbalan, Ini Kata Jaksa Agung

Boyamin mengatakan, MAKI yang selama ini aktif melaporkan dugaan korupsi di pemerintahan, menolak imbalan yang tertuang di PP 43/2018 tersebut.

Ia menegaskan, MAKI dibiayai secara mandiri oleh pendiri yang sebagian di antaranya merupakan advokat yang berkomitmen tidak menangani kasus korupsi.

Imbalan bagi pelapor kasus korupsi

Diberitakan sebelumnya, pemerintah menerbitkan PP nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dengan PP 43/2018, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta.

Baca juga: Ini Alasan Jokowi Teken PP yang Mengatur Imbalan Uang bagi Pelapor Korupsi

Pasal 17 ayat (1) PP 43/2018 menyebutkan, besaran premi diberikan sebesar dua permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.

"Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta)," demikian bunyi pasal 17 ayat (2) PP tersebut, seperti dikutip dari laman Setneg.go.id, Selasa (9/10/2018).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com