Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wujudkan Parlemen Bersih, ICW Tekankan Pentingnya Revisi UU Pemilu

Kompas.com - 25/09/2018, 16:28 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina memandang perlunya revisi Undang-undang tentang Pemilu.

Hal itu menyikapi putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg).

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu.

Karena berdasarkan UU Pemilu, setiap orang yang memiliki riwayat pidana atau pernah menjadi terpidana dibolehkan mendaftar sebagai caleg namun wajib mengumumkannya ke publik.

"Kemarin kan perdebatannya orang-orang yang menolak, bukan karena semangatnya tapi karena larangan ini ada di level PKPU, seharusnya ada di undang-undang," kata Almas dalam diskusi di gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (25/9/2018).

Baca juga: Bawaslu Dorong KPU Umumkan Caleg Eks Koruptor di TPS

"Maka ke depan kita bersama dengan semua pihak mengupayakan larangan ini masuk dalam undang-undang pemilu legislatif," lanjut Almas.

Oleh karena itu, Almas menilai perlu dorongan yang konsisten dan kuat dari publik untuk tetap menyuarakan revisi undang-undang tersebut. Pasalnya, revisi undang-undang ini nantinya bisa mewujudkan parlemen yang bersih dalam jangka panjang.

"Ada agenda yang lebih panjang yaitu adanya parlemen yang lebih bersih dari korupsi," ungkap Almas.

Di sisi lain, kata dia, ke depannya partai politik juga bisa menyusun aturan khusus secara internal untuk melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg.

Baca juga: Presiden PKS Klaim Telah Ganti Caleg Eks Koruptor yang Masuk DCT

Menurut dia, komitmen menciptakan aturan itu bisa membawa nilai lebih bagi citra dan kinerja partai, publik selaku pemilih, dan legitimasi pemilu ke depannya.

"Peran dari parpol semakin diperlukan untuk kemudian menyediakan calon yang lebih bersih dan berintegritas agar pemilih semakin percaya kepada pemilu, semakin percaya dalam agenda pemberantasan korupsi, pembenahan parlemen ke depan dan mau menggunakan hak suaranya," papar dia.

Sebab, korupsi-korupsi yang belakangan ini terjadi secara sistemik sudah membuat kepercayaan publik terhadap parlemen semakin menurun. Hal itu muncul akibat ulah anggota-anggota legislatif yang melakukan kejahatan korupsi.

"Jadi saya rasa ke depan tidak hanya untuk membersihkan nama parpol tapi juga untuk membersihkan parlemen ke depannya," katanya.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik : 41 Eks Koruptor Ikuti Pileg

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com