Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Tanjung Priok: Dari Provokasi, Subversi, hingga Pelanggaran HAM

Kompas.com - 12/09/2018, 14:47 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tragedi Tanjung Priok merupakan salah satu peristiwa pelanggaran hak asasi manusia tingkat berat yang terjadi akibat aparat keamanan bertindak berlebihan dalam menghadapi aksi demonstrasi masyarakat.

Demonstrasi ini bermula saat masyarakat, terutama di Jakarta, menolak penerapan Pancasila sebagai asas tunggal yang dimuncukan Presiden kedua RI Soeharto.

Namun, provokasi dan hasutan diduga sebagai akar yang membuat aksi protes terhadap kebijakan Soeharto itu berujung tragedi.

Diduga akibat provokasi

Dilansir dari dokumen Komnas HAM, demonstrasi penolakan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal berakar pada aksi kekerasan dan penahanan terhadap empat warga, yaitu Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe, dan Muhammad Nur.

Empat orang itu ditahan setelah sebelumnya terdapat aksi pembakaran sepeda motor Babinsa. Pembakaran terjadi setelah masyarakat mendengar ada aksi provokasi yang dilakukan oknum tentara di sebuah masjid.

Kabar beredar semakin liar dan menyebabkan masyarakat setempat marah. Aksi untuk menolak penahanan empat orang itu pun terjadi.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Tragedi Tanjung Priok..

Massa kemudian berkumpul dalam sebuah tabligh akbar di Jalan Sindang, di wilayah Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 12 September 1984. Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat, dalam ceramahnya menuntut pembebasan empat orang itu, yang juga jemaah Mushala As Sa’adah.

Amir Biki memimpin massa untuk mendatangi Komando Distrik Militer Jakarta Utara. Berbagai upaya dilakukan agar empat tahanan itu dibebaskan.

Namun, upaya yang dilakukan oleh Amir Biki tak mendapat respons yang baik. Massa dihadang aparat keamanan di depan Polres Jakarta Utara.

Harian Kompas pada 14 September 1984 menulis, aparat keamanan berupaya melakukan tindakan persuasif untuk membubarkan massa. Namun, saat itu massa tidak mau bubar sebelum tuntutannya dipenuhi.

Bahkan, menurut Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban LB Moerdani, dari arah massa yang berdemonstrasi terdapat sejumlah provokator yang membawa senjata tajam dan bensin.

Ini menjadi alasan bagi aparat keamanan untuk bertindak tegas, bahkan brutal.

Hujaman timah panas menjadi langkah akhir, ketika imbauan agar massa membubarkan diri tak digubris. Akibatnya, korban berjatuhan. Komnas HAM mencatat korban tewas mencapai 24 orang, sedangkan 55 orang luka-luka.

Baca juga: Korban Tanjung Priok: Yang Tersisa dari Bapak Hanya Sandal yang Dipakai Malam Itu...

Pasca-peristiwa

Setelah peristiwa itu, banyak yang menyayangkan atas tindakan yang dilakukan ABRI. Muncul pendapat hal itu merupakan peristiwa yang melanggar HAM dan harus segera diselesaikan.

Kemudian, mengutip Harian Kompas edisi 6 Januari 1986, kasus itu berlanjut kepada sidang subversi. Sejumlah orang diadili atas tuduhan melawan pemerintahan yang sah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com