Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Provokasi Elite Politik Dinilai jadi Penyebab Intoleransi di Level Warga

Kompas.com - 20/08/2018, 15:21 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan Setara Institute per Juni 2018 menunjukkan, jumlah pelanggaran terhadap kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) yang dilakukan oleh aktor non-negara jauh lebih banyak dibanding aktor negara.

Dari 136 tindakan pelanggaran, sebanyak 96 tindakan lainnya dilakukan oleh aktor non-negara, seperti individu atau kelompok warga. Sementara itu, 40 tindakan lainnya dilakukan oleh penyelenggara negara.

Baca juga: Setara Institute: Pelanggaran Kebebasan Beragama Terbanyak Ada di Jakarta

Direktur Setara Institute Halili menjelaskan, perbedaan jumlah tersebut memperlihatkan keprihatinan terkait isu KBB di level masyarakat.

"Saya kira hampir tidak pernah kita mendapati tindakan aktor non-negara sampai dua kali lipat (dari aktor negara). Kalau lebih besar pernah terjadi, tapi sampai dua kali lipat itu hampir tidak pernah," tutur Halili di kantor Setara Institute, Jakarta, Senin (20/8/2018).

"Artinya api pada isu KBB sesungguhnya terletak di warga," imbuh dia.

Halili menjelaskan bahwa penyebabnya adalah provokasi dari elite politik.

Baca juga: Setara Institute Ingatkan Hulu Terorisme adalah Intoleransi

Akibatnya, masyarakat terpancing untuk melakukan tindakan yang melanggar kebebasan beragama/berkeyakinan kelompok tertentu.

"Intoleransi itu ada di level warga, jadi lower layer ya, tapi yang menurut saya mengkhawatirkan adalah di level elite politik," jelas Halili.

"Kasus, misalnya, tanda petik ya, Abu Janda versus Amien Rais, ini menstimulasi banyak kasus atau tindakan lanjutan," imbuh dia.

Baca juga: Sikap Intoleransi itu Bibit Radikalisme dan Terorisme...

Oleh sebab itu, Setara Institute mendesak pemerintah untuk mengatasi variabel kunci yang mengancam KBB.

Variabel tersebut terdiri dari, rendahnya jaminan politik-yuridis atas hak untuk beragama/berkeyakinan, tidak adil dan tegasnya penegakan hukum, serta kurangnya toleransi dan kesadaran untuk menghormati KBB sebagai sebuah hak asasi.

"(Pemerintah perlu) memastikan bahwa variabel-variabel kunci yang menjadi penyebab terjadinya berbagai pelanggaran KBB itu betul diatasi," tegas Halili.

Baca juga: Jokowi Undang 42 Tokoh, Bicarakan Intoleransi, Ketimpangan Ekonomi hingga Radikalisme

"Kalau itu dalam bentuk perundang-undangan itu dapat direvisi dan diakui segera, agar api yang ada di dalam warga ini tidak merusak, kemudian membakar rumah Indonesia," lanjut dia.

Kompas TV Apa saja kriteria kota toleran menurut Setara Institute?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com