Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bendera Pusaka Terpaksa Dirusak Pasca Bung Karno Ditawan

Kompas.com - 17/08/2018, 20:08 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

KOMPAS.com - "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Dengan ini aku memberikan tugas kepada mu pribadi. Dalam keadaan apapun, aku memerintahkan kepada mu untuk menjaga bendera ini dengan nyawa mu," kata Soekarno kepada ajudannya, Husein Mutahar dalam buku "Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat" karya Cindy Adams.
 
Pesan itu Soekarno sampaikan agar Mutahar menjaga baik-baik bendera pusaka yang sangat bersejarah. Tugas berat diemban Mutahar lantaran saat itu situasi di Kota Yogyakarta, di mana Bung Karno dan Bung Hatta memerintah sementara, kian sulit.
 
Tentara Belanda melancarkan serangan besar-besaran pada 1948 sebagai rangkaian dari Agresi Militer ke-2. Serangan yang dipimpin Van Mook itu melibatkan pesawat-pesawat terbang P-51 yang melintas rendah di atas Kota Yogyakarta. Tembakan dan pasukan pun diterjunkan. 
 
Dalam waktu singkat, Yogyakarta yang saat itu menjadi Ibu Kota Indonesia pun berhasil diduduki. Pangkalan udara Maguwo direbut, markas komando militer kota pun dibom.
 
Namun, ada dua tempat yang tak diduduki oleh Belanda yakni Keraton Ngayogyakarta dan Gedung Agung. 
 
 *** Local Caption *** Duta Besar Indonesia untuk VatikanIstimewa *** Local Caption *** Duta Besar Indonesia untuk Vatikan
Panglima Jenderal Soedirman sempat datang ke Gedung Agung meminta Presiden Soekarno meninggalkan kota dan bergerilya di hutan. Namun, Bung Karno menolaknya.
 
Maklumat pun dibuat, melului Radio Republik Indonesia (RRI), rakyat diminta terus berjuang sementara Bung Karno menunjuk Menteri Kemakmuran Saifuddin Prawiranegara, yang berada di Sumatera, membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia bila Presiden dan Wakil Presiden terbunuh atau tertawan Belanda.
 
Penyelamatan bendera pusaka
 
Kekhawatiran itu benar adanya. Bung Karno dan Bung Hatta ditawan oleh Belanda. Keduanya sempat dibuang ke Brastagi, Sumatera Utara sebelum dibuang ke Pulau Bangka.
 
Untungnya, bendara pusaka yang dijahit oleh Fatmawati pada1944 tak pernah jatuh ke tangan Belanda. Bandara Pusaka lah bendera yang dikibarkan pertama kali saat proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

 
Soekarno berinisiatif menyelamatkan bendara pusaka sebelum ia ditawan oleh Belanda. Ia meminta ajudan presiden, Husein Mutahar, mengamankan bendara pusaka, bendara merah putih yang punya nilai sejarah bagi bangsa Indonesia.
 
Mutahar sendiri bukan orang sembarangan. Ia adalah pemuda pejuang, mayor angkatan darat yang pernah terlibat dalam Pertempuran Lima Hari Semarang, dan lantas diangkat Bung Karno menjadi ajudan Presiden.
 
Seperti dikutip dari buku Berkibarlah Benderaku: Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka yang ditulis oleh Bondan Winarno, Mutahar tak ambil pusing dengan perintah Bung Karno. Ia langsung menerima perintah Presiden di masa genting itu.
 
"Dalam keadaan apapun, aku memerintahkan kepada mu untuk menjaga bendera ini dengan nyawamu. Bendara ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh," kata Soekarno.
 
"Di satu waktu, jika tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapapun kecuali kepada orang yang menggantikannya sekiranya umurku pendek," sambung Bung Karno.

Selanjutnya: Jahitan bendera pusaka dilepas
Jahitan bendera pusaka dilepas
 
Mutahar lantas memikirkan cara bagaimana membawa bendera pusaka tersebut di masa Agresi Militer Belanda. Namun ide itu datang. 
 
Dibantu Pernadinata, Mutahar membuka benang jahitan bendara pusaka dan memisahkan bagian merah dan putih bendera tersebut. Hal itu dilakukan agar Belanda tak merampas kain tersebut karena tak lagi merah putih.
 
Ibu Fatmawati ketika sedang menjahit bendera Merah-Putih yang akhirnya menjadi Bendera Pusaka, bulan Oktober 1944Arsip Kompas Ibu Fatmawati ketika sedang menjahit bendera Merah-Putih yang akhirnya menjadi Bendera Pusaka, bulan Oktober 1944
Mutahar lantas meletakan masing-masing carik kain merah dan putih terpisah di bagian dasar dua tas yang diisi penuh dengan pakaian yang siap dibawa mengungsi.
 
Setelah Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap Belanda, Mutahar tertangkap dan diterbangkan ke Semarang.
 
 
 
Setelah itu, Mutahar dan berapa staf Presiden lainnnya menjadi tahanan Belanda.
 
Namun, kesempatan keluar tahanan akhirnya datang. Saat hukuman diringankan menjadi tahanan kota, Mutahar berhasil melahirkan diri ke Jakarta dan tinggal di rumah R Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, Kepala Polisi Republik Indonesia pertama.
 
Hingga titik itu, dua carik kain merah putih aman dalam kawalannya.

Kembali ke Bung Karno
 
 
Di Jakarta, Mutahar terus mencari keberadaan Bung Karno yang saat itu sudah dibuang ke Pulau Bangka. Bagi Mutahar, bendara pusaka merupakan bendara yang sangat berharga oleh karena itu, keberadaannya harus bersama Bung Karno.
 
Ia lantas mencari jalan agar bendera pusaka bisa kembali ke Bung Karno. Namun terlebih dulu, Mutahar meminjam mesin jahit milik seorang dokter untuk menyatukan dua carik kain merah putih itu sehingga kembali menjadi bendara.
 
Namun hal itu tak mudah. Sebagai seorang yang perfectionist, Mutahar ingin mengembalikan bendara pusaka kebentuk semula. 
 
Penjahitan pun dilakukan dengan sangat hati-hati dengan mengikuti lubang jahitan sebelumnya satu demi satu.
 
Bendara itu kemudian dibungkus dengan kertas koran untuk menyamarkan dari Belanda. Ia lantas menyerahkan bendara pusaka ke Sudjono, Anggota Delegasi Republik Indonesia dan orang yang membawa surat Bung Karno ke Mutahar.
 
Dalam surat itu, Bung Karno meminta Mutahar menyerahkan bendera ke Sudjono untuk dibawa ke Bangka. 
 
Pada 6 Juli 1949, Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke Yogyakarta setelah diasingkan Belanda. Sebulan kemudian, pada 17 Agustus 1949, bendara pusaka dikibarkan kembali di Gedung Agung Yogyakarta untuk memperingati Proklamator Kemerdekaan RI yang ke-4.
 
Pada 27 Desember 1949, bendara pusaka dibawa ke Jakarta dengan dimasukan ke dalam peti berukir pasca Belanda mengakui kedaulatan RI sesuai perjanjian di Den Haag.
 
Atas jasa menjaga bendara pusaka, Mutahar diberikan anugerah Bintang Mahaputera oleh Presiden Jokowi pada tahun 1961.
 
Kompas TV Keberagaman Suku Bangsa Indonesia kembali jadi simbol dalam perayaan Ulang Tahun Ke-73 Republik Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com