Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Tiga Pengibar Merah Putih Saat Proklamasi 17 Agustus 1945

Kompas.com - 15/08/2018, 11:12 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 menyimpan banyak cerita.

Momentum ini menjadi titik awal terbebasnya Indonesia dari rongrongan penjajah.

Pembacaan teks proklamasi menjadi ikrar kemerdekaan RI, yang diikuti dengan pengibaran perdana bendera Merah Putih.

Tiga orang yang bertugas mengibarkan bendera saat itu adalah Latief Hendraningrat, Suhud, dan SK Trimurti.

 
Siapakah Latief Hendraningrat, Suhud, dan SK Trimurti ?
 
Latief Hendraningrat
 
Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat lahir di Jakarta pada 15 Februari 1911. Dia merupakan seorang prajurit Pembela Tanah Air (PETA).
 
Di masa pendudukan Jepang, Latief aktif dalam pelatihan militer yang didirikan oleh Jepang. Ketika Jepang mendirikan PETA, ia bergabung di dalamnya.

Sepak terjang Latief di militer dinilai membanggakan karena kelihaiannya. Ia pernah juga menjabat komandan kompi dan berpangkat Sudanco.

Pangkat ini berada di bawah pangkat tertinggi pribumi ketika itu yaitu Daidanco atau komandan batalion.

 
Berita kekalahan Jepang dari Sekutu akhirnya sampai ke Indonesia. Momentum ini dianggap kalangan muda sebagai kesempatan bagi Soekarno dan Hatta untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Mereka kemudian membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dan mendesak Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan.

Upaya ini berhasil hingga akhirnya pembacaan proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada 17 Agustus 1945.

 
Latief Hendraningrat termasuk orang yang mempunyai peran dalam peristiwa bersejarah tersebut.
 
Sebelum acara dimulai, Latief dipercaya untuk mengamankan lokasi. Ia juga menempatkan prajuritnya di sekitar Pegangsaan dan mengamankan jalannya acara penting itu.
 
Setelah pembacaan naskah proklamasi oleh Soekarno, dilakukan pengibaran bendera Merah Putih.
 
Ketika itu, Latief memakai seragam tentara Jepang karena merupakan pasukan PETA. Ia bersama Suhud Sastro Kusumo mengibarkan bendera Merah Putih pertama setelah proklamasi kemerdekaan.
 
Pasca-kemerdekaan, Latief juga berkontribusi saat Indonesia menghadapi agresi militer Belanda.

Ia mengamankan Yogyakarta yang ketika itu menjadi Ibu kota RI bersama Jenderal Soedirman.

 
Setelah penyerahan kedaulatan oleh Belanda, Latief bertugas di Markas besar (Mabes) Angkatan Darat. Dan pernah bertugas di Filipina dan Washington.
 
Setelah kembali ke Indonesia, ia menjadi pimpinan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKD) kini Seskoad. Ia juga pernah menjadi Rektor IKIP Jakarta pada 1965.
 
Pada 1967, dia memasuki masa pensiun dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal.
 
Suhud Sastro Kusumo
 
Suhud lahir pada 1920. Dia merupakan anggota Barisan Pelopor bentukan Jepang. Saat upacara proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Suhud turut bertugas sebagai pengibar bendera.
 
Pada 14 Agustus 1945, Suhud dipercaya menjaga keluarga Soekarno dari berbagai macam gangguan.

Dua hari kemudian, 16 Agustus 1945, Soekarno dibawa oleh Soekarni dan Chaerul Saleh ke suatu tempat yang dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok. 

 
Saat itu, Suhud tidak curiga terhadap Soekarni dan Chaerul Saleh yang membawa Soekarno.

Malam harinya, Soekarno kembali ke rumah dan persiapan proklamasi kemerdekaan mulai dilakukan dengan matang. Pimpinan kawedanan dan kecamatan sudah dikoordinasi.

 
Suhud diperintahkan mempersiapkan tiang bendera. Tiang ini kemudian digunakan untuk mengibarkan sang saka Merah Putih.
 
Suhud bertugas membentangkan bendera yang kemudian ditarik oleh Latief.  

Surastri Karma (SK) Trimurti
 
SK Trimurti lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada  11 Mei 1912. Ia menjalani pendidikan dasar di Noormal School dan AMS di Surakarta.

Setelah itu, melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).

 
Selama masa pergerakan, SK Trimurti aktif di Partai Indonesia (Partindo).

Ia juga berkarier sebagai guru sekolah dasar. Berprofesi sebagai guru tak menghentikannya tetap berkarya melalui tulisan. SK Trimurti sempat dipenjara karena mendistribusikan leaflet anti-kolonial.

Selama di penjara, tulisan yang dihasilkannya justru semakin kritis. Setelah menikah dengan Sayuti Melik, ia bersama Sayuti mendirikan Koran Pesat di Semarang, yang sempat dibredel pada masa penjajahan Jepang.

Saat proklamasi kemerdekaan, bersama Latief dan Suhud, ia turut bertugas sebagai pengibar bendera.


SK Trimurti pernah menjadi Menteri Tenaga Kerja pertama di Indonesia di bawah Perdana Menteri Amir Syarifudin yang menjabat pada 1947-1948.
 
Setelah itu, dia aktif dalam organisasi perempuan yang didirikannya, Gerwis, yang pada 1950 berubah menjadi Gerwani.

SK Trimurti pernah dipenjara karena tuduhan Gerwani dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Kompas TV Laporan Khusus “Jelajah Tapal Batas” Harian Kompas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com