Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Penasihat Internasional Gus Dur dan Kebingungan Laksamana Sukardi

Kompas.com - 07/08/2018, 06:41 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Masa tugas sebagai menteri di Kabinet Persatuan Nasional yang dibentuk Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ditandai banyaknya peristiwa jenaka. Hal itulah yang dialami Laksamana Sukardi ketika menjadi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di kabinet Gus Dur.

Sebagai menteri, ia sering kali merasa terhibur dengan guyonan-guyonan dan berbagai keputusan-keputusan tak terduga yang dikeluarkan oleh Gus Dur.

"Saya tak mampu bereaksi serius bahkan terhadap kebijakan Presiden yang sesungguhnya dapat berakibat fatal," cerita Laks dalam catatan pribadinya dalam buku Di Balik Reformasi 1998.

Tak lama dilantik sebagai presiden, Gus Dur memilih tiga penasihat yang terdiri dari tokoh dan negarawan internasional yang berpengalaman. Mereka adalah mantan Presiden Singapura Lee Kuan Yew, mantan Pemimpin Bank Sentral Amerika Serikat Paul Volcker, dan mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Henry Kissinger.

Baca juga: Cerita Anak Gus Dur Ditodong Senjata Laras Panjang Jelang Reformasi

"Gus Dur kemudian mengundang mereka ke Jakarta untuk bertemu langsung dengannya. Entah kenapa, sebelum melakukan pertemuan di Istana Negara, para penasihat internasional itu menghubungi saya," tutur Laks

Ketiganya ingin bertemu dengan Laks sebelum bertemu Gus Dur. Mereka ingin Laks memberikan sekilas informasi masalah-masalah ekonomi dan politik Indonesia sebagai bekal ketika akan bertemu Gus Dur.

"Dalam hati saya berkata, 'Serius banget para penasihat Internasional Gus Dur ini?'. Tampaknya mereka ingin sekali memberikan kesan sebagai tokoh-tokoh profesional dan mampu memberikan nasihat atau advice yang profesional kepada Presiden Republik Indonesia," cerita Laks.

Laks pun merasa terhormat menerima ketiga penasihat penting ini, walaupun ia yakin kedutaan besar asal ketiganya bisa memberikan masukan yang akurat. Namun, Laks berpandangan mereka juga ingin mendengar informasi yang berbeda.

Baca juga: Istri Gus Dur Masuk Daftar 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia

Setelah berdiskusi dan memberikan masukan. Laks mengucapkan "good luck" kepada ketiganya. Ia juga meminta ketiganya mengabari hasil pertemuan dengan Gus Dur.

Keesokan harinya, ketiga penasihat internasional itu menghubungi Laks. Mereka mengaku kesulitan memenuhi keinginan Gus Dur sebagai Presiden.

"Ketika ditanya kenapa, jawaban mereka kurang lebih sama, 'I think he is too tired. Most of the time he fall asleep'. Presiden Gus Dur rupanya sedang lelah tak kuasa menahan kantuk saat menerima mereka," kata Laks.

Setelah itu, tak ada kabar dari para penasihat internasional ini. Laks mengira Gus Dur akhirnya memutuskan tidak jadi meminta bantuan mereka.

"Gitu aja kok repot!" tulis Laks.

Baca juga: Autokritik Gus Dur di Depan 200 Pastor

Kisah di atas merupakan salah satu catatan pribadi Laksamana Sukardi sejak 1990-2004 yang dibukukan dalam buku Di Balik Reformasi 1998. Buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas ini diluncurkan di Menara Imperium, Jakarta, Senin (6/8/2018).

Laks mengungkapkan banyak hal ketika ia berada di bawah bayang-bayang Orde Baru hingga pascatransisi Reformasi. Ia menekankan, buku ini menjadi sebuah pesan sejarah khususnya kepada generasi muda untuk memetik berbagai pelajaran dari era Orde Baru dan Reformasi saat ini.

Laksamana Sukardi lahir pada 1 Oktober 1956. Setelah Reformasi, lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) ini dipercaya menjadi Menteri BUMN pada tahun 1999-2004. Ia juga pernah berkiprah sebagai Bendahara Umum PDI-P dan anggota DPR pada tahun 1992-1997.

Sebelumnya, ia juga pernah berkarir sebagai Vice President Citibank pada 1981-1987 dan Managing Director Lippobank pada 1988-1993.

Kompas TV Simak dialog Pemimpin Redaksi KompasTV Rosianna Silalahi bersama empat anak para Presiden Indonesia dalam program ROSI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com