Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Ungkap Kajian soal Lapas yang Tak Dijalankan Kemenkumham

Kompas.com - 23/07/2018, 17:38 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menuturkan bahwa pihaknya telah melakukan kajian sejak 2008 terkait permasalahan yang ada di lembaga pemasyarakatan (lapas). Namun hasil rekomendasi atas kajian tersebut tidak dijalankan secara utuh oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Hal itu dia ungkapkan terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Kepala Lapas Sukamikin Wahid Husein.

"KPK pernah melakukan kajian sejak 2008 tentang lapas dan temuan itu sebenarnya dan rekomendasinya belum dijalankan secara utuh," ujar Laode dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/7/2018).

Baca juga: Saung Mewah di Lapas Sukamiskin Segera Ditertibkan

Laode menuturkan, dari hasil kajian tersebut diketahui bahwa tidak adanya kode etik yang ketat bagi pejabat Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS).

Kedua, rendahnya keterbukaan informasi terkait pemberian asimilasi, bebas bersyarat dan cuti bersyarat.

Ketiga, rendahnya pemanfaatan teknologi informasi dalam pelayanan masyarakat, tidak efektifnya sarana pengaduan masyarakat.

Baca juga: KPK Tegaskan Berwenang OTT Kalapas Sukamiskin

Keempat, jumlah petugas lapas yang terbatas dan jumlah penghuni lapas yang sudah melebihi kapasitas.

"Ini yang selalu menjadi keluhan, yakni over kapasitas yang melebihi 150 persen," kata Laode.

Selain itu, Laode juga menyoroti kurangnya pengawasan internal Dirjen PAS dalam lapas.

Berdasarkan standar internasional, pengawasan lapas seharusnya terdiri dari dua bagian, yakni internal dan eksternal.

Baca juga: Plh Kalapas Sukamiskin Cari Alur Masuknya Barang Mewah Ke Ruang Tahanan

Karut marutnya pengelolaan lapas juga ditambah dengan adanya dualisme pengurus lapas.

Laode menyebut bahwa Sekjen Kemenkumham memiliki kekuasaan atau kewenangan yang lebih besar ketimbang Dirjen PAS.

"Ini perlu menjadi catatan komisi III. Jadi kalau ada rapat dengan Kementerian Hukum dan HAM, tolong ini di-mainstream. Karena Bu Dirjen (Dirjen PAS Sri Puguh Budi Utami) itu hanya bicara tentang teknisnya saja. Tapi sebenarnya orang-orangnya itu diatur oleh Sekjennya. jadi ini yang perlu diperhatikan," ucap Laode.

Baca juga: BERITA FOTO: Barang-barang Mewah yang Disita dari Kamar Napi di Lapas Sukamiskin

Sebelumnya, KPK menangkap Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein bermula dari informasi masyarakat mengenai adanya dugaan jual beli sel tahanan dan jual beli izin keluar lapas.

Tim KPK menangkap Wahid dan istrinya Dian Anggraini, di kediaman mereka di Bojongasang, Bandung, pada Jumat (20/7) pukul 22.15 WIB

KPK juga mengamankan mobil Mitsubishi Triton Exceed warna hitam, mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar warna hitam, uang sebesar Rp 20.505.000 dan 410 Dolar AS.

Baca juga: Kulkas, TV, hingga Uang Rp 102 Juta Ditemukan di Kamar Napi Lapas Sukamiskin

Pada waktu yang sama, KPK menangkap narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah di selnya.

KPK mengamankan uang sebesar Rp 139.300.000 dan sejumlah catatan sumber uang.

Menurut KPK, Fahmi pelaku utama yang menyuap Wahid guna mendapatkan fasilitas dan izin khusus untuk keluar lapas. KPK menemukan fasilitas mewah seperti AC, kulkas, televisi, di sel Fahmi.

Kompas TV KPK akan kembali memeriksa Inneke untuk mengungkap kasus suap pemberian fasilitas mewah dan izin keluar di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com