Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Napi Korupsi Tak Harus Ditempatkan di Sukamiskin

Kompas.com - 22/07/2018, 13:35 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Sustira Dirga, menilai, terpidana kasus korupsi tak perlu selalu ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.

Sebab, menurut dia, langkah tersebut justru membuka celah praktik suap napi koruptor terhadap oknum petugas lapas untuk mendapatkan fasilitas khusus.

Menurut Dirga, praktik seperti itu menimbulkan kesenjangan antara napi korupsi yang memiliki modal kuat dan napi lainnya. Padahal, kata dia, para napi memiliki hak perlakuan yang sama di dalam lapas.

"Yang di situ membuat bahwa Sukamiskin menjadi penjara yang berbeda pembinaannya sehingga ada jurang diskriminasi. Bayangin saja, Kompas juga pernah mengeluarkan topik khusus kan terkait ini, (Sukamiskin) ada saung-saung, fasilitas lapangan basket dan fasilitas lebih lainnya," kata Dirga kepada Kompas.com, Minggu (22/7/2018).

"Coba aja kita bandingin dengan lapas-lapas lainnya. Ya mungkin ada, tetapi enggak sebagus di Sukamiskin kan ya," ucap dia.

 Baca juga: KPK Tahan 4 Tersangka Kasus Dugaan Suap di Lapas Sukamiskin

Dirga juga menegaskan, pada dasarnya negara telah memiliki sistem pembinaan pemasyarakatan yang sama di setiap lapas.

Sistem itu telah dibangun agar semua narapidana bisa kembali berbaur dengan masyarakat.

Dengan demikian, kata dia, narapidana korupsi seharusnya bisa saja ditempatkan di lapas selain Sukamiskin.

"Kan nampaknya yang ada di Sukamiskin hanya diisi (mantan) pejabat-pejabat elite kan, yang (narapidana) orang-orang biasa adanya di Lapas Binjai misalkan, atau di Lapas Kebon Waru begitu kan. Ini yang harus dievaluasi," kata dia.

Dirga berpendapat, operasi tangkap tangan terhadap Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen membuktikan bahwa pembinaan terhadap para petugas pemasyarakatan masih lemah.

Praktik suap di lapas untuk mendapatkan fasilitas khusus tak cukup diselesaikan dengan mutasi-mutasi jabatan.

"Yang pastinya dari Kementerian Hukum dan HAM harus diambil tindakan yang tegas yang bukan pada level mutasi seperti biasanya yang pernah kita dengar," kata Dirga.

"Kalau misalnya hanya ditangani dengan sanksi seperti biasanya mutasi dan mutasi lagi. Menurut kami itu enggak menyelesaikan masalah," ucap dia.

Dirga juga menilai, proses pembinaan terhadap petugas pemasyarakatan dan warga binaan belum sepenuhnya membudayakan semangat antikorupsi

Selain itu, faktor kapasitas lapas yang berlebihan menjadi salah satu penyumbang permasalahan dalam praktik ini.

"Ketika menjadi Kalapas Sukamiskin misalnya, itu pasti levelnya sudah berbeda dengan kalapas-kalapas lainnya. Apalagi kalau kita tahu kan lapas Sukamiskin ini dihuni hanya para koruptor, beda dengan lapas-lapas biasa yang mengalami kondisi overcrowded gitu," kata dia.

Baca juga: Diperiksa KPK, Kalapas Sukamiskin Tertawa-tawa

Oleh karena itu, Dirga mendorong adanya evaluasi mendalam terkait pembinaan petugas pemasyarakatan. Kemenkumham harus mencari akar masalah mengapa praktik ini terus berulang.

"Lalu di proses selanjutnya di pembinaan warga binaan atau terpidana ini jangan sampai punya celah untuk bisa mengakali hukum tapi juga tanpa melanggar hak asasi yang melekat pada narapidana-narapidana lain," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com