Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Minta Perbankan Waspadai Modus Penitipan Uang Korupsi ke Pegawai Bank

Kompas.com - 19/07/2018, 11:35 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang meminta pihak perbankan mewaspadai modus penitipan uang hasil korupsi ke pegawai bank.

Hal itu menyikapi temuan modus baru dalam kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek-proyek di Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018, yang melibatkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap.

"Kepada pihak perbankan, agar menerapkan prinsip integritas dan customer due diligence yang jauh lebih ketat di internal masing-masing," ujar Saut dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Rabu (18/7/2018).

Baca juga: Kasus Dugaan Suap Bupati Labuhanbatu Pakai Modus Baru, Begini Caranya

Saut menjelaskan, dalam kasus ini, Effendy Sahputra, pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi menyuruh seseorang berinisial AT untuk mencairkan cek sebesar Rp 576 juta.

AT kemudian mendatangi bank pada jam kantor. Saat pencairan cek, sebanyak Rp 16 juta diambil untuk dirinya sendiri, sedangkan Rp 61 juta ditransfer ke Effendy.

Sedangkan, Rp 500 juta disimpan dalam tas keresek dan dititipkan ke petugas bank dan kemudian AT pergi meninggalkan bank.

Uang itu nantinya akan diambil oleh orang kepercayaan Pangonal, Umar Ritonga.

"Selang beberapa lama pihak yang diutus penerima mengambil uang tersebut," ungkap Saut.

Baca juga: Saat Hujan, KPK Kejar-kejaran dengan Perantara Suap Bupati Labuhanbatu

Ia berharap, pengawasan internal perbankan yang diperketat bisa mencegah modus-modus seperti ini terulang lagi.

"Agar modus serupa yang berkerja sama dengan pihak perbankan tidak perlu terjadi lagi," kata Saut.

Pelaku yang terlibat dalam kasus ini juga menggunakan kode rumit untuk daftar proyek dan perusahaan mana yang mendapatkan jatah.

Baca juga: KPK Minta Orang Kepercayaan Bupati Labuhanbatu Menyerahkan Diri

Kode ini berupa kombinasi angka dan huruf yang jika dilihat secara kasat mata tidak akan terbaca sebagai sebuah daftar jatah dan fee proyek di Labuhanbatu.

Pangonal dan Umar disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Podana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, Effendy disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com