JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap. Ia telah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018.
Pantauan Kompas.com, Pangonal keluar mengenakan rompi tahanan KPK sekitar pukul 23.42 WIB dari gedung Merah Putih KPK, Rabu (18/7/2018).
"PHH (Pangonal Harahap), Bupati, ditahan 20 hari pertama di Rutan cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK kavling K-4," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Rabu malam.
Selain Pangonal, KPK juga menetapkan pihak swasta sekaligus orang kepercayaan Pangonal, Umar Ritonga sebagai tersangka. Umar dan Pangonal diduga sebagai penerima suap.
Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra sebagai tersangka. Effendy diduga sebagai pemberi suap.
Baca juga: Kronologi OTT Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga pemberian uang dari Effendy kepada Pangonal terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018.
"Bukti transaksi sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga merupakan bagian dari pemenuhan dari permintaan bupati (Pangonal) sekitar Rp 3 miliar," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers.
Dari cek yang dicairkan, uang Rp 500 juta yang diberikan Effendy ke Pangonal melalui Umar dan orang kepercayaan Effendy berinisial AT bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek-proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat.
Namun, dalam OTT Selasa (17/7/2018), Umar tidak kooperatif dan melarikan diri saat dihadang oleh tim KPK usai keluar dari bank setelah mengambil uang yang dititipkan AT kepada petugas bank.
Hingga saat ini, Umar belum menyerahkan diri ke KPK. Uang Rp 500 juta itu juga turut dibawa Umar.
Baca juga: KPK Temukan Uang Ratusan Juta Rupiah Saat OTT Bupati Labuhanbatu
Sebelumnya, sekitar bulan Juli 2018, KPK juga menduga telah terjadi penyerahan cek sebesar Rp 1,5 miliar, namun tidak berhasil dicairkan.
Dalam kasus ini, Pangonal dan Umar disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Podana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Effendy disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Podana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.