JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta lebih serius menangani korban kekerasan seksual. Hal itu mencakup pemenuhan kebutuhan medis, bantuan hukum hingga kompensasi yang lebih baik.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, kasus meninggalnya siswi SMK pascamenjadi korban perkosaan oleh 8 pemuda adalah cermin bahwa perlindungan korban selama ini belum mampu menjamin rasa aman bagi korban.
Pendampingan korban perkosaan belum memadai, baik pendampingan hukum maupun pendampingan medis dan psikologis.
"Respons negara selama ini hanya difokuskan hukuman kepada pelaku, dengan munculnya berbagai jenis hukuman baru yang lebih berat seperti yang mengakomodir kebiri kimia sebagai tindakan bagi pelaku dan pidana yang berat sampai dengan pidana mati," ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (14/7/2018).
Menurut ICJR, hak korban dan keberlangsungan hidup korban adalah hal yang lebih penting untuk diperhatikan.
Korban kerap mendapat tendensi negatif dari masyarakat karena selalu dikait-kaitkan dengan permasalahan moral.
Korban dan keluarga korban sering mendapatkan intimidasi ketika memproses kasusnya.
Proses pembuktian sulit untuk dilakukan, bahkan menimbulkan stigmatisasi kepada korban yang menimbulkan viktimisasi ganda.
Menurut ICJR, bantuan psikologis dan restitusi untuk kasus kekerasan seksual dapat mengadopsi pengaturan pada UU Terorisme yang baru disahkan pada 25 Mei 2018 lalu.
Pertama, dalam hal pelaku tidak dapat ditemukan dan ataupun putusan bebas, korban tetap berhak mendapatkan kompensasi yang dibebankan kepada negara.
Kemudian, setiap korban kekerasan seksual yang tidak atau belum memproses secara hukum kasusnya juga berhak mendapatkan kompensasi, bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Untuk itu, ICJR mengingatkan pemerintah agar menjamin keluarga korban perkosaan mendapatkan pendampingan yang memadai selama proses hukum.
Kemudian, menjamin dan membantu keluarga korban sebagai ahli waris korban untuk mendapatkan hak atas restitusi.
Selain itu, memaksimalkan peran LPSK dalam perlindungan korban kekerasan seksual yang tidak memproses hukum kasusnya.
"Terakhir, pemerintah perlu menjamin setiap korban kekerasan seksual mendapatkan bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis dengan atau tanpa memproses hukum kasus yang dialaminya," kata Anggara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.