Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Makan Siang yang Gratis bagi Prabowo

Kompas.com - 13/07/2018, 05:05 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli menilai, posisi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto “tersandera” dengan PKS, PAN, dan Demokrat dalam Pilpres 2019. Sebab, ketiga partai tersebut bersikeras dengan menyodorkan kadernya untuk menjadi pendamping Prabowo di Pilpres 2019.

"Susah juga (Prabowo Subianto), makanya saya bilang 20 persen threshold dihilangkan, supaya enggak pragmatis, supaya mereka ada kandidat dan tidak hitung-hitungan politik lagi. Kalau itu (pembentukan koalisi) pasti hitung-hitunganlah, kan kalian tahu dalam politik itu enggak ada makan siang yang gratis," ujar Lili saat ditemui di Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (12/7/2018).

Diketahui, PKS mengusulkan sembilan cawapres pendamping Prabowo Subianto, yakni Gubernur Jawa Barat dari PKS Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden PKS Anis Matta,  Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufrie, mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf, dan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.

Baca juga: Ini Nama-nama Kandidat Cawapres Prabowo yang Sedang Dibahas

Sementara  PAN memasangkan Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Zulkifli Hasan sebagai cawapres.

Partai Demokrat menawarkan Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY sebagai calon wakil presiden.

Lili menuturkan, pembentukan koalisi partai politik berdasarkan pertimbangan kepentingan pragmatis semata. Menurut Lili, munculnya politik pragmatis salah satunya disebabkan dengan aturan ambang batas pencalonan (presidential treshold) presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Demokrat Tunggu Ada Parpol Kecewa dengan Pilihan Cawapres Jokowi dan Prabowo

Aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential treshold) tertera di Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal tersebut mengatur parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019.

“Syarat 20 persen itu dihapus supaya seluruh parpol bisa bebas dari politik pragmatis dan mudah mencalonkan kadernya,” ujar dia.

Di sisi lain, tutur Lili, hal yang sama juga terjadi di kubu koalisi petahana Joko Widodo. Menurut dia, koalisi di kubu Jokowi juga mengedepankan pragmatisme untuk memperoleh keuntungan.

“Di kalangan koalisi, Jokowi, kan, juga pragmatis, siapa mendapat apa, kan sudah tahu itu," tutur Romli.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Malam berikut ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com