Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Lakukan Pemetaan Kerawanan di TPS saat Pilkada Serentak 2018

Kompas.com - 26/06/2018, 07:23 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin mengatakan pihaknya telah melakukan pemetaan terhadap potensi kerawanan yang muncul di Tempat Pemunguran Suara (TPS).

Kerawanan di TPS adalah setiap peristiwa yang menggangu pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara yang berdampak pada hilangnya hak pilih, mempengaruhi pilihan pemilih dan mempengaruhi hasil pilihan.

“Jadi ini (pemetaan kerawanan di TPS Pilkada Serentak) adalah turunan dari indeks kerawanan di awal kampanye,” ujar Afifuddin saat konferensi pers terkait Pemetaan Kerawanan Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (25/6/2018).

Ia menuturkan, konsep operasional kerawanan di TPS dirumuskan dalam enam variabel dan lima belas indikator. Dalam variabel tersebut, kata Afifuddin, memiliki kontribusi terhadap tingkat kerawanan TPS menjelang hari pemungutan dan perhitungan suara.

Baca juga: Bawaslu Temukan 500 Kasus ASN Tak Netral pada Pilkada Serentak

Afifuddin menuturkan, variabel yang pertama dalam kerawanan dalam Pilkada Serentak 2018 adalah akurasi data. Variabel akurasi data pemilih, kata Afifuddin, paling rawan terjadi.

Variabel kerawanan lainnya, papar Afifuddin, terkait penggunaan hak pilih atau hilangnya hak pilih. Selanjutnya, kata Afifuddin, variabel kerawanan yang menjadi perhatian adalah politik uang.

Lebih lanjut, kata dia, kerawanan yang terjadi di TPS adalah netralitas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).

“Petugas KPPS mendukung pasangan calon tertentu,” kata dia.

Berikutnya, Afifuddin mengatakan kerawanan di TPS lainnya pada saat di pemungutan suara.

Baca juga: PAN: Kami Juga Merasakan Ketidaknetralan Aparat Negara Saat Pilkada

Selain itu, papar Afifuddin terdapat 15 indikator kerawanan saat Pilkada Serentak 2018 yakni pemilih yang memenuhi syarat akan tetapi tidak terdaftar dalam DPT. Serta pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar dalam DPT.

Indikator kerawanan saat Pilkada Serentak 2018 selanjutnya adalah pemilih disabilitas.

“Keberadaan pemilih disabilitas yang rentan,” ujar dia.

Sementara itu, tutur dia, setiap TPS terdapat alokasi surat suara tambahan sebesar 2,5 persen dari jumlah data DPT di TPS.

“Misalnya kalau di satu TPS ada tambahan pemilih ada 20 (pemilih), bahwa asumsi kita satu TPS maksimal 800 pemilih. Itu kan 2,5 persen nya 20 (pemilih) itu masih hari kemarin. Ini berpotensi kurangnya surat suara, karena cadangan surat suara cuma 2,5 persen,” tutur Afifuddin yang juga merangkap sebagai koordinator Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu.

Indikator kerawanan di TPS selanjutnya adaalah aktor politik uang seperti bohir, cukong, broker di wilayah TPS.

“Kemudian ada praktik pemberian uang atau barang pada masa kampanye,” kata dia.

Selain itu, indikator lainnya, kata Afiffuddin adalah adanya relawan bayaran pasangan calon di wilayah TPS.

Selanjutnya, indikator lainnya adalah surat C6 (Surat Pemberitahuan Memilih) yang tidak didistribusikan kepada pemilih di TPS.

“Sampai hari ini orang ada yang belum mendapatkan C6, meskipun itu tidak menjadi kewajibannya tetapi menjadi konsentrasi kita,” ucap dia.

Baca juga: Presiden Jokowi Teken Keppres, Rabu 27 Juni Libur Nasional

Bahkan, indikator kerawanan di TPS lainnya, kata Afifuddin, adalah adanya TPS yang berada di dekat posko atau rumah tim sukses pasangan calon serta ketersediaan logistik.

Indikator kerawanan Pilkada Serentak, lanjut Afifuddin, yakni potensi penggunaan isu Suku, Agama, Ras, dan Golongan.

“Ada praktek mempengaruhi pemilih untuk memilih atau tidak memilih calon tertentu berdasarkan isu SARA,” kata dia.

“Kemudian ada praktik menghina atau menghasut diantara pemilih terkait isu SARA sekitar TPS,” Afifuddin menambahkan.

Di sisi lain, Afifuddin mengungkapkan pengumpulan data dan informasi terhadap kerawanan di TPS dilakukan oleh Pengawas TPS sepanjang 10-22 Juni 2018.

“Jadi kita memilih waktu dua minggu terakhir sampai semalem data yang masuk 387.599 TPS,” ujar Afifuddin.

Kompas TV Wapres Jusuf Kalla mendatangi Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di kediamannya di kawasan Kuningan, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com