Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaga Netralitas Pilkada, KPPOD Usulkan Pencabutan Hak Politik ASN

Kompas.com - 24/06/2018, 19:13 WIB
Kristian Erdianto,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengusulkan pencabutan hak politik atau hak memilih bagi aparatur sipil negara (ASN).

Hal itu bertujuan untuk menjaga netralitas ASN jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

"Saya kira kalau mau terobosan, yang sangat mendasar bagi saya adalah cabut hak politik ASN dengan begitu ia benar-benar konsentrasi dalam melakukan pelayanan publik, sama seperti TNI dan Polri," ujar Endi dalam pemaparan hasil penelitian terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN) jelang Pilkada 2018, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (24/6/2018).

Baca: H-5 Pilkada Serentak, Pemerintah Jamin Netralitas ASN dan Aparat Keamanan

Berdasarkan hasil penelitian dan studi kasus KPPOD, masih ditemukan dugaan pelanggaran terkait netralitas ASN di lima provinsi.

Lima provinsi tersebut adalah Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. Beberapa bentuk pelanggaran yang ditemukan antara lain, ikut kampanye di media sosial, berfoto bersama dengan pasangan calon, ikut dalam deklarasi dan menjadi tim sukses.

Endi menjelaskan, netralitas birokrasi dalam pilkada cenderung dilematis. Pasalnya, ASN memiliki hak politik untuk memilih, namun ASN tidak memiliki kebabasan dalam mengekspresikan hak politiknya tersebut.

Netralitas ASN pun semakin dipertaruhkan jika Pilkada di sebuah daerah ada kandidat petahana. Kandidat petahana biasanya sudah mengetahui ASN yang mendukung dan mana yang tidak.

ASN yang loyal, kata Endi, akan dipaksa untuk memberikan dukungan, baik tenaga, pengaruh, maupun finansial. Sementara, ASN yang tak mendukung akan diancam tidak akan diberi posisi jabatan.

Hal ini tidak terlepas dari pola kepemimpinan kepala daerah yang cenderung transaksional dan didukung motif ASN untuk mendapatkan atau mempertahankan jabatan. Sebab, biasanya kepala daerah terpilih akan melakukan perombakan susunan birokrasi, terutama untuk posisi strategis.

"Orang yang memiliki hak untuk memilih pasti cenderung juga memiliki keinginan untuk mengekspresikan dukungannya. Kemudian apakah ekspresinya tersebut berpengaruh juga terhadap pelayanan publik atau malah menimbulkan diskriminasi," ucapnya.

Tak Langgar HAM

Endi pun menilai usul pencabutan hak politik tidak akan melanggar hak asasi manusia (HAM). Menurut Endi hak politik tidak termasuk ke dalam kategori hak asasi yang tidak dapat dikurangi atau non-derogable rights.

Selain itu, seseorang yang secara sadar memilih masuk ke birokrasi dan menempati jabatan publik, seharusnya siap dengan konsekuensi yang ada, termasuk pencabutan hak politik.

"Ada hak-hak yang bisa dikurangi, sama seperti pencabutan hak politik untuk para koruptor. Hak Politik ini tidak termasuk dalam hak asasi yang tidak dapat dikurangi," kata Endi.

Studi netralitas ASN oleh KPPOD dilakukan pada periode Februari 2018 hingga Juni 2018. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif melalui analisis regulasi dan studi lapangan.

Analisis regulasi dilakukan melalui dua tahap yakni inventarisasi hukum positif dan telaah sikronisasi peraturan perundang-undangan. Sementara studi lapangan dilakukan dengan in-depth interview dan focus group discussion (FGD).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com