JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan bahwa upaya pemberantasan tindak pidana terorisme harus sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).
Pandangan pemerintah itu ia bacakan dalam Rapat Paripurna ke-26 DPR Masa Sidang V Tahun Sidang 2017-2018 yang menyetujui pengesahan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) menjadi undang-undang.
"Kita tetap menjunjung HAM. Dalam pandangan pemerintah juga, Pak Presiden yang saya wakili, juga sebut secara tegas bahwa penegakan hukum juga harus menjunjung tinggi HAM," ujar Yasonna saat ditemui seusai rapat paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Selain itu, Yasonna menyatakan bahwa UU Antiterorisme dapat digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan dan aparat penegak hukum dalam menanggulangi masalah terorisme.
Baca juga: Menkumham Berharap UU Antiterorisme Digunakan Secara Bertanggung Jawab
Ia mengatakan, UU Antiterorisme yang baru telah memberikan kewenangan bagi aparat penegak hukum telah diberi kewenangan menindak dalam konteks upaya pencegahan aksi terorisme.
Dengan demikian, setiap orang yang terbukti melakukan perbuatan persiapan atau merencanakan aksi teror dapat ditindak oleh aparat.
"Kita harap juga UU ini bisa mencegah atau mengurangi setidak-tidaknya, tindak pidana terorisme, karena sudah diberi kewenangan untuk menindak dalam upaya pencegahannya. Jadi kalau ada perbuatan persiapan, semua sudah bisa dimungkinkan oleh UU ini," kata Yasonna.
Baca juga: UU Antiterorisme Hasil Revisi Perkuat Aspek Pencegahan
Menurut Yasonna, setelah proses pengesahan di DPR, Presiden Joko Widodo akan segera menandatangani UU Antiterorisme yang.
Kemudian, undang-undang tersebut akan diberi nomor oleh Kementerian Hukum dan HAM dan diundangkan dalam Lembaran Negara.
"Saya kira ini pengundangannya bisa dalam waktu dekat. Setelah itu dikirim oleh DPR, ditandatangani Pak Presiden, lalu diundangkan," ucap Yasonna.