JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dan Turki di mata mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat memiliki kemiripan.
Salah satunya soal tradisi masyarakat muslim yang kearab-araban dan posisinya yang berada di "pinggiran" dalam pandangan orang Timur Tengah.
Hanya saja, yang membedakan kedua negara ini adalah soal kemampuan memisahkan negara dan agama.
Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Mustafa Kemal Ataturk, Pendiri Republik Turki
Menurut Komaruddin, Turki berhasil menerapkan sekularisme dalam sistem pemerintahan mereka.
Di tengah kondisi negara yang tengah marak menggunakan isu-isu agama, Turki diharapkan bisa menjadi tempat pembelajaran bagi pemerintahan Indonesia.
“Sekularisme hemat saya nilai positifnya menyeleksi berdasarkan kompetensi. Bukan jualan simbol agama tapi lebih ke program kerja,” tutur Komaruddin saat peluncuran dan diskusi buku “Turki Revolusi Tak Pernah Berhenti” karya wartawan KOMPAS Trias Kuncahyono, di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Baca juga: Terbang ke Turki, Kalla Bawa Misi RI Dukung Palestina dalam KTT OKI
Tentu hal tersebut tidaklah mudah mengingat sejarah Turki dan Indonesia yang berbeda.
Turki memiliki akar tunggal kejayaan Islam dan bangsanya homogen. Berbeda dengan Indonesia yang beragam suku, agama, dan kepercayaannya.
“Turki merupakan bangsa homogen sehingga pluralisme sudah selesai beda dengan Indonesia yang plural,” kata Komaruddin.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.