Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Pilkada di Era Pasca-kebenaran

Kompas.com - 21/05/2018, 15:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ERA sejak beberapa dekade belakangan disebut sebagai era Pasca-kebenaran. Istilah Pasca-kebenaran (Post Truth) diperkenalkan oleh Steve Tesich di majalah The Nation ketika menulis tentang perang Teluk dan Iran (1992).

Istilah tersebut dipopulerkan oleh penulis Amerika, Ralph Keyes (2004) dalam bukunya, The Post-Truth Era: Dishonesty and Deception in Contemporary Life.

Menurut Keyes, dulu kita hanya kenal benar atau palsu, jujur atau bohong. Sekarang kita memaafkan orang yang menambah fakta dengan bumbu kebohongan.

Inilah era ketika fakta dan opini dicampur sehinggga kita tidak tahu lagi mana yang fakta dan mana yang opini.

Di era Pasca-kebenaran, batas antara fakta dan fiksi, jujur dan bohong, serta benar dan palsu menjadi kabur. Peristiwa yang sederhana dan tidak penting dijadikan masalah besar karena dibesar-besarkan.

Era internet pun memperburuk situasi. Kualitas berita dan pesan-pesan diukur dari banyaknya jumlah pengikut dari pembawa pesan. Berita, meskipun tidak benar, menjadi trending ketika diulang-ulang.

Fakta yang disodorkan cenderung negatif dan pesimis karena berita buruk dan dramatis lebih menarik banyak peminat.

Seringkali tidak ada solusi yang ditawarkan. Bila ada, solusi yang diajukan biasanya utopis dan khayalan.

Gelar kesarjanaan, ulama, ustaz, dan gelar-gelar lain menjadi penting guna menguatkan kredibilitas pembawa berita atau pembuat pernyataan.

Resume atau riwayat hidup dilebih-lebihkan, bahkan bila perlu diisi dengan gelar kesarjanaan yang palsu. Medali dan piala yang dibeli di toko dipajang di rumah seakan hasil prestasi.

Rumor dan desas-desus dijadikan bahan dasar utama untuk diolah menjadi warta dan kisah yang panjang dan menarik bak sinetron.

Teori gotak-gatik-gatuk dikembangkan menjadi teori konspirasi yang menggambarkan ada hal yang sangat serius di balik sebuah kejadian yang sederhana.

Di era Pasca-kebenaran ini, kebenaran tidak seluruhnya ditinggalkan, tetapi dibedaki dengan kosmetik bikinan sendiri sesuai dengan tujuan dan selera pembawa berita.

Makin lama, orang makin canggih dan terampil dalam mengolah kebohongan menjadi kebenaran superfisial. Etika menjadi relatif dan dikompromikan.

Untuk membenarkan tindakan bohong, bila perlu nilai-nilai yang kita yakini kita sesuaikan dengan maksud kita. Bohong, menyesatkan, serta menipu musuh dan lawan menjadi barang halal.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com