Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Reformasi, Kisah Mahasiswa Kuasai Gedung DPR pada 18 Mei 1998

Kompas.com - 18/05/2018, 06:06 WIB
Bayu Galih

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah demonstrasi mahasiswa menolak kepemimpinan Presiden Soeharto yang semakin besar pada 1998 memang menjadi penanda dimulainya gerakan reformasi pada 20 tahun silam.

Gerakan ini sendiri semakin berani saat mahasiswa menolak terpilihnya Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998. Kondisi ekonomi yang memburuk membuat mahasiswa mulai berdemonstrasi di luar kampus.

Namun, demonstrasi mahasiswa kemudian berubah menjadi tragedi pada 12 Mei 1998. Saat itu, aparat keamanan bertindak represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di kampus Universitas Trisakti.

Penembakan dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan mengakibatkan empat mahasiswa Trisakti tewas. Selain itu, 681 orang juga menjadi korban luka dalam Tragedi Trisakti.

Baca juga: 20 Tahun Tragedi Trisakti, Apa yang Terjadi pada 12 Mei 1998 Itu?

Tidak hanya itu, kerusuhan bernuansa rasial yang terjadi setelah Tragedi Trisakti, pada 13-15 Mei 1998, seakan berusaha mengalihkan perhatian mahasiswa dalam berjuang menuntut mundurnya Soeharto sebagai penguasa Orde Baru.

Namun, gerakan mahasiswa tidak terhenti dengan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dalam Tragedi Trisakti atau kerusuhan 13-15 Mei 1998.

Dilansir dari buku Mahasiswa dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah yang Tak Terungkap (2016), berbagai elemen aksi mahasiswa kemudian menyatukan gerakan. Dua kelompok mahasiswa Universitas Indonesia misalnya, Senat Mahasiswa UI dan Keluarga Besar UI, sepakat untuk bergerak bersama.

Pada 18 Mei 1998, para mahasiswa UI ini memutuskan bergerak menuju DPR untuk melebur dengan kelompok mahasiswa lain yang sejak pagi mengepung gedung DPR/MPR. Kelompok itu antara lain Forum Kota, PMII, HMI, dan KAMMI.

Namun, kelompok pertama yang berhasil masuk ke dalam gedung DPR/MPR adalah Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ). Sekitar pukul 11.30 WIB, 50 perwakilan mahasiswa dari FKSMJ dari berbagai kampus masuk ke dalam kompleks parlemen. 

Masuknya 50 perwakilan FKSMJ itu membuat kelompok mahasiswa lain melakukan negoisasi agar dapat masuk ke dalam. Sekitar pukul 13.00 WIB, mahasiswa yang berada di luar pun mulai masuk ke dalam.

Baca juga: Pendudukan Gedung DPR Mei 1998 dalam Ingatan Taufik Basari

Mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR, menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatan Presiden, pada Mei 1998.KOMPAS/EDDY HASBY Mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR, menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatan Presiden, pada Mei 1998.
Tuntutan reformasi

Pada 18 Mei 1998, sebenarnya tidak hanya mahasiswa yang bergerak ke gedung DPR/MPR. Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Reformasi Nasional juga mendatangi kompleks parlemen.

Dilansir dari arsip Harian Kompas, tokoh yang datang antara lain Subroto, YB Mangunwijaya, Ali Sadikin, Solichin GP, Rendra, dan Sri Edi Swasono.

Tidak hanya itu, para tokoh itu bahkan sempat berorasi di dalam gedung DPR. Salah satunya adalah Dimyati Hartono, yang menuntut reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum; serta tuntutan mundurnya Soeharto-Habibie.

Di tengah audiensi, perwakilan FKSMJ masuk. Mereka memanfaatkan audiensi itu untuk menuntut dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR.

Selain perwakilan UI dan FKSMJ, gedung DPR/MPR saat itu sebenarnya juga sudah didatangi perwakilan Institut Pertanian Bogor yang dipimpin Rektor IPB Soleh Salahuddin.

Mereka menemui Fraksi Karya Pembangunan (Golkar) dan Fraksi Persatuan Pembangunan. Tuntutannya pun sama, reformasi di segala bidang.

Dalam waktu yang bersamaan, Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais juga sedang mengadakan pertemuan dengan Komisi II DPR.

Dalam pertemuan, Amien Rais menyatakan bahwa Sultan Hamengkubuwono X siap memimpin long march pada 20 Mei 1998 di Yogyakarta untuk menuntut digelarnya Sidang Umum Istimewa MPR dengan agenda penggantian kepemimpinan nasional.

Semakin besarnya tuntutan di gedung DPR/MPR pada hari itu membuat Soeharto dan Orde Baru semakin terdesak.

Baca juga: 20 Tahun Reformasi, Jusuf Kalla Sebut Ada Tiga Perubahan Pokok

Kejutan Harmoko

Sekitar 15.20 WIB, mahasiswa dan aktivis yang ada di dalam gedung DPR/MPR pun mendapat kejutan besar. Saat itu, pimpinan DPR/MPR yang diwakili Harmoko membuat konferensi pers menyikapi tuntutan reformasi.

Bagai petir di siang bolong, saat itu pimpinan DPR/MPR yang diwakili Harmoko meminta Soeharto untuk mundur.

Pimpinan DPR yang terdiri dari Ketua Harmoko, Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan  Fatimah Achmad (tidak nampak) di Gedung DPR, Senin (18/5/1998), membuat pernyataan  mengimbau Presiden Soeharto mengundurkan diri.KOMPAS/Johnny TG Pimpinan DPR yang terdiri dari Ketua Harmoko, Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Fatimah Achmad (tidak nampak) di Gedung DPR, Senin (18/5/1998), membuat pernyataan mengimbau Presiden Soeharto mengundurkan diri.
"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, pimpinan Dewan, baik ketua maupun wakil-wakil ketua, mengharapkan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko, dikutip dari arsip Kompas yang terbit 19 Mei 1998. 

"Pimpinan Dewan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan ketertiban supaya segala sesuatunya dapat berjalan secara konstitusional," tutur Harmoko.

Akan tetapi, pernyataan pimpinan DPR itu disanggah Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Pernyataan pimpinan DPR dinilai Wiranto sebagai pendapat pribadi.

Pernyataan pimpinan DPR itu juga dianggap tidak mewakili suara fraksi-fraksi yang ada di DPR/MPR. Setidaknya, sanggahan dinyatakan dua fraksi yang menjadi mesin politik Orde Baru, Fraksi Karya Pembangunan atau F-KP (Golkar).

Saat itu, pimpinan F-KP menyerahkan pernyataan kepada Sekjen DPP Golongan Karya Arry Mardjono. Arry lalu menyatakan, pernyataan itu bukan pendapat F-KP ataupun DPP Golkar.

"Sikap DPP Golkar kita serahkan pada rapat besok (hari ini) bersama-sama fraksi lain. Itu jangan diartikan DPP Golkar belum memiliki sikap," ucap Arry.

Baca juga: 18 Tahun Silam, Ketua DPR/MPR Harmoko Minta Presiden Soeharto Mundur

Mahasiswa menduduki DPR

Meski Harmoko membuat pernyataan mengejutkan, para mahasiswa tetap tidak beranjak meninggalkan gedung DPR/MPR.

Kompas menulis bahwa sebagian memang meninggalkan kompleks parlemen. Akan tetapi, sebagian lain masih bertahan. Mereka tidak percaya begitu saja pernyataan Harmoko dan tetap akan menuntut pelaksanaan Sidang Istimewa untuk mengganti Soeharto.

Aksi memang terus berlanjut. Sebab, pada esok harinya, 19 Mei 1998, jumlah mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR semakin banyak. Ini menyebabkan Soeharto semakin terdesak.

Dinamika politik yang ada saat itu pun tidak menguntungkan "Jenderal yang Tersenyum" itu. Hingga kemudian, Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Agenda pertama reformasi, yaitu mundurnya Soeharto, menuai hasil.

Kompas TV DPR RI menggelar acara peringatan 20 tahun reformasi di Ruang Pustakaloka, Kompleks DPR, Senayan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com