Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Eksekusi ke Sukamiskin, Pengacara Pastikan Novanto Penuhi Prosedur

Kompas.com - 04/05/2018, 13:07 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara terpidana kasus korupsi proyek KTP elektronik Setya Novanto, Firman Wijaya memastikan kliennya telah memenuhi prosedur administrasi dan kesehatan sebelum dipindahkan ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan eksekusi terhadap Novanto ke Lapas Sukamiskin, pada Jumat (4/5/2018) siang ini.

"Ya pemeriksaan kesehatan sudah dilakukan terhadap beliau. Administrasi dari jaksa penuntut ke jaksa eksekusi sudah juga disiapkan, hanya tinggal serah terima tanda tangan," ujar Firman di depan Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Jumat.

Firman memperkirakan kliennya akan berangkat dari rutan KPK sekitar pukul 13.30 WIB atau 14.00 WIB. Di sisi lain, ia turut memastikan bahwa pihak keluarga Novanto telah menuju terlebih dulu ke Sukamiskin.

Baca juga: Kepada KPK, Novanto Serahkan Surat Kesanggupan Bayar Uang Pengganti Sekitar Rp 66 Miliar

Namun demikian, Firman belum memastikan siapa saja yang telah pergi ke sana.

"Keluarga mendahului, saya belum bisa memastikan siapa saja yang berangkat tapi yang pasti Ibu Deisti (istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor) sudah mengarah ke Sukamiskin," kata dia.

Pada hari Kamis (3/5/2018) malam, sejumlah kolega menyampaikan salam kepada Novanto, karena tidak bisa ikut mendampingi ke Sukamiskin. Di sisi lain, Firman menyebutkan akan ada beberapa kolega Novanto yang akan ke Sukamiskin.

Meski demikian, ia tak menjelaskan secara rinci siapa saja kolega yang akan ke sana.

Firman menuturkan, kondisi Novanto dinyatakan sehat. Novanto, kata Firman, sudah tegar dan yakin bisa menjalani vonis 15 tahun penjara ini.

"Ya beliau tegar, sehat. Mudah-mudahan beliau bisa menjalani proses ini dengan baiklah," kata Firman.

Baca juga: Setya Novanto Optimistis Ada Tersangka Baru Kasus E-KTP

Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Mantan Ketua DPR ini divonis 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.

Apabila uang tersebut tidak dibayar setelah berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita atau dilelang.

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan, yakni mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Majelis hakim sepakat dengan jaksa KPK perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa Setya Novanto.

Kompas TV Terpidana korupsi KTP elektronik Setya Novanto meyakini akan ada tersangka baru dalam kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com