Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Langkah Politik Gatot Nurmantyo Setelah Resmi Pensiun...

Kompas.com - 02/04/2018, 10:33 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo resmi memasuki masa pensiun pada Sabtu (31/3/2018). Kini, peluang Gatot berkiprah di kancah politik terbuka lebar.

Gatot Nurmantyo mulai santer dibicarakan sejak kemunculannya dengan kopiah putih saat mengamankan aksi protes terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 2 Desember 2016 yang dikenal dengan sebutan Aksi 212.

Pilihan Gatot mengenakan kopiah putih saat itu menjadi perbincangan di media. Pasalnya, warna putih saat itu identik dengan atribut peserta aksi. Sementara itu, rombongan Presiden Joko Widodo beserta Wakil Presiden Jusuf Kalla justru mengenakan peci hitam.

Dalam rombongan tersebut, hanya Gatot selaku pejabat negara yang mengenakan kopiah putih, yang juga banyak dikenakan peserta aksi.

(Baca juga: 8 Kontroversi Panglima Gatot yang Dinilai Politis Versi Kontras)

Menanggapi isu tersebut, Gatot menjawab, hal itu dilakukan untuk menekan psikologi massa yang berkecamuk. Menurut dia, dengan mengenakan kopiah putih, peserta aksi akan merasa petugas keamanan yang terdiri dari Polri dan TNI juga bagian dari mereka.

Saat berembus isu makar terhadap Presiden, Gatot juga membantah jika gelombang protes dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 mengarah ke sana. Ia menilai, peserta aksi dalam menyampaikan protesnya selalu dengan tertib dan damai.

Dia pun merasa tersinggung dengan adanya informasi yang berkembang di masyarakat yang mengaitkan aksi umat Islam dengan upaya kudeta pemerintahan Presiden Jokowi.

"'Kudeta Presiden Jokowi', saya agak tersinggung kata-kata itu karena saya umat Islam juga," ujar Gatot dalam talkshow Rosi yang tayang di Kompas TV, 4 Mei 2017.

"Buktinya aksi 411, 212, aman, damai, dan tertib," kata mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu.

(Baca: Panglima TNI Tersinggung Aksi Umat Islam Dikaitkan Upaya Kudeta)

Gatot menilai, adanya kabar soal upaya makar dalam aksi unjuk rasa bela agama itu adalah berita bohong atau hoaks. Berita hoaks itu ditujukan untuk menakuti rakyat Indonesia.

Dalam isu makar tersebut, Gatot berbeda pandangan dengan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.

Hingga kemudian, polisi menangkap dan menersangkakan orang-orang yang diduga merencanakan makar terhadap pemerintah.

Salah satu yang ditangkap adalah Sekjen Forum Umat Islam Muhammad Al-Khathath yang turut hadir dalam gelombang protes semasa tahapan Pilkada DKI Jakarta berlangsung.

Kontroversi film PKI

Gatot juga menimbulkan kontroversi lainnya dan dianggap tengah melancarkan manuver politik dengan menginstruksikan TNI menggelar nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI (1984) bersama masyarakat di sejumlah daerah.

Sebelumnya, diketahui, isu PKI kerap digunakan lawan politik Jokowi dalam kampanye pemilu Presiden untuk menyerang mantan Wali Kota Solo itu

Gatot beralasan, dirinya ingin mengajak bangsa Indonesia untuk tidak melupakan sejarah kelam dan mencegah terulang kembali kekelaman tersebut.

"Tujuannya bukan untuk mendiskreditkan, melainkan peristiwa tersebut agar diketahui generasi muda agar kita tidak terprovokasi lagi, terpecah-pecah lagi. Kalau kita tidak ingatkan, dalam kondisi seperti ini, orang tidak tahu bahwa ada gerakan-gerakan yang mengadu domba," kata Gatot kepada wartawan seusai berziarah di makam Presiden Soeharto di Astana Giribangun, 19 September 2017.

(Baca juga: Ini Alasan Panglima TNI Perintahkan Pemutaran Film G30S/PKI)

Jenderal Gatot Nurmantyo saat diwawancarai usai upacara serah terima jabatan Panglima TNI di Lapangan Upacara Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu, (9/12/2017).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Jenderal Gatot Nurmantyo saat diwawancarai usai upacara serah terima jabatan Panglima TNI di Lapangan Upacara Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu, (9/12/2017).
Gatot tidak menampik bahwa perintah nonton bareng kepada jajarannya menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Bahkan, Gatot tidak mempermasalahkan kecaman dari sejumlah pihak terhadap perintahnya tersebut.

"Yang lain bicara negatif, biar sajalah, tetapi tujuan saya agar semua generasi mengetahui bahwa kita pernah punya sejarah yang kelam dan jangan sejarah itu berulang," kata Gatot.

Jajaran cawapres

Memasuki tahun politik, nama Gatot santer disebut dalam berbagai lembaga survei sebagai calon presiden atau wakil presiden.

Hasil survei nasional Poltracking Indonesia menyebutkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pemilu Presiden 2019.

Pada simulasi tujuh kandidat calon wakil presiden untuk Jokowi, Gatot menempati posisi teratas dengan elektabilitas 16,4 persen.

(Baca: Survei Poltracking: Gatot dan AHY, Dua Teratas untuk Pendamping Jokowi)

Selain itu, nama Gatot Nurmantyo juga masuk daftar cawapres untuk mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

(Baca: Gerindra: Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo Calon Kuat Pendamping Prabowo)

Akan tetapi, Gatot secara tak langsung menyiratkan dirinya akan berkiprah di kancah politik. Melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, ia menyatakan telah memiliki hak untuk dipilih.

"Mulai hari ini saya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai anak bangsa, anggota masyarakat sipil, dan warga negara RI lainnya, termasuk memiliki hak memilih, juga hak dipilih saat pemilu mendatang,” kata Gatot melalui keterangan tertulis, Minggu (1/4/2018).

(Baca: Gatot Nurmantyo: Mulai Hari Ini, Saya Punya Hak Memilih dan Dipilih)

Ia bahkan mengaku telah diajak Prabowo bergabung bersama Gerindra. Namun, ia belum bisa menjawab tawaran tersebut lantaran masih berstatus prajurit aktif saat itu.

"Beliau menyampaikan, 'Kalau nanti mau bergabung, saya terbuka.' Saya bilang, 'Pak, saya belum bicara masalah itu karena Bapak sama dengan saya'." kata Gatot mengulang pembicaraannya dengan Prabowo.

"Apabila saya jadi Bapak dan Bapak jadi saya, ditanya, sebagai seorang negarawan dan patriot, pasti Bapak jawabannya sama dengan jawaban saya kalau Bapak yang ditanya. Pak Prabowo lantas bilang, 'Iya, ya, enggak boleh berpolitik praktis, ya'," ucap Gatot menirukan respons Prabowo.

Ia pun menyadari saat ini namanya sering masuk dalam beberapa lembaga survei sebagai calon presiden atau wakil presiden. Ia juga menyadari namanya kerap diperbincangkan di publik dan media terkait wacana pencalonan presiden dan wakil presiden.

Saat ditanyai wartawan, Gatot tak pernah membenarkan, tetapi juga tak pernah membantah terkait dirinya yang diisukan akan maju sebagai calon presiden atau wakil presiden.

Saat ditanya apakah dirinya merasa nyaman dan menikmati karena kerap disebut-sebut dalam bursa calon presiden dan wakil presiden, ia mengaku tak mau ambil pusing.

"Bagi saya, kita berpikiran positif saja. Toh, saya sudah punya jawabannya. Yang kedua saya paham, setiap momen itu dijadikan bahan politik, kan. Ya, buat di media saja, kan (perbincangannya). Positifnya nama saya ada terus. Itu saja, kalau dipikirin terus capek," kata Gatot saat ditemui di Apartemen Dharmawangsa, Kamis (29/3/2018).

(Baca juga: Soal Kemungkinan Jadi Capres atau Cawapres, Ini Kata Gatot Nurmantyo)

Kompas TV Gatot Nurmantyo menyatakan siap dicalonkan sebagai presiden di Pilpres 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com