Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR Apresiasi MA Keluarkan Larangan Buron Ajukan Permohonan Praperadilan

Kompas.com - 01/04/2018, 13:49 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengapresiasi keberadaan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan bagi Tersangka yang Melarikan Diri atau sedang dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO).

Secara umum dalam surat edaran ini, Mahkamah Agung menegaskan bahwa orang yang dalam keadaan buron tidak dapat mengajukan praperadilan. Selain itu, permohonan praperadilan yang diajukan oleh penasihat hukum atau keluarga buronan harus dinyatakan tidak dapat diterima.

"ICJR mendukung dan mengapresiasi langkah Mahkamah Agung menerbitkan SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tersebut, terutama untuk melengkapi ketidaksempurnaan pengaturan hukum acara praperadilan," ungkap Anggara dalam keterangan resminya, Minggu (1/4/2018).

Selain itu, kata Anggara, SEMA tersebut dibutuhkan untuk menetapkan status orang-orang yang dalam keadaan buron namun berupaya untuk mengajukan perlawanan hukum di Pengadilan.

Baca juga : MA Larang Tersangka Buron Ajukan Praperadilan

Di sisi lain, ICJR mengingatkan bahwa hukum cara praperadilan tetap harus dibentuk, mengingat masih banyaknya kekosongan hukum yang terjadi dalam praperadilan.

"Kekosongan hukum ini harus diisi mengingat lembaga praperadilan merupakan pranata penting untuk menjamin hak-hak tersangka dalam Sistem Peradilan Pidana," ujarnya.

Anggara menuturkan, paska disahkannya Undang-undang Nomoe 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, lembaga prapadilan tidak lagi kompatibel dalam pengaturan jangka waktunya, khususnya terkait dengan upaya paksa.

"Karena itu ICJR mengingatkan potensi besar penyalahgunaan hukum terhadap anak–anak yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana jika hukum acara praperadilan tidak segera dibenahi," ungkap dia.

Baca juga : MA Tolak PK Ahok karena Hal Ini...

Ia menilai pengaturan secara paripurna hukum acara praperadilan diperlukan. Hal itu mengingat banyaknya ketentuan baru yang dapat dianggap sebagai bagian dari upaya paksa, namun tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap upaya tersebut yang dilakukan aparat penegak hukum.

Seperti yang diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status daftar pencarian orang (DPO).

Larangan itu untuk menyikapi kecenderungan tersangka dalam status DPO mengajukan praperadilan. Namun demikian, situasi itu belum diatur perundang-undangan. Sehingga, perlu adanya kepastian hukum melalui larangan ini.

"Dalam hal tersangka melarikan diri atau dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), maka tidak dapat diajukan permohonan praperadilan," demikian bunyi surat edaran MA yang diterima Kompas.com, Minggu (1/4/2018).

Baca juga : Perjalanan PK Ahok yang Berujung Penolakan MA

Surat tersebut juka menegaskan, jika permohonan praperadilan tetap diajukan oleh penasihat hukum dari tersangka yang melarikan diri, maka hakim tidak menerima permohanan tersebut.

"Maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima. Terhadap putusan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum," jelas surat tersebut.

Kompas TV KPU Kota Gorontalo menetapkan kembali Marten Taha - Ryan Kono sebagai calon wali kota dan wakil wali kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com