Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Peserta Pilkada yang Diusung Jadi Tersangka, PDI-P Dorong Revisi PKPU

Kompas.com - 28/03/2018, 14:12 WIB
Moh Nadlir,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mendukung usulan pemerintah agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI merevisi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan.

Diketahui, ada tiga calon kepala daerah yang diusung PDI-P pada Pilkada 2018 ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketiganya adalah, calon Wali Kota Malang Yaqud Ananda Qudban, calon Gubernur NTT Marianus Sae dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun.

(Baca juga: Pemerintah Diminta Terbitkan Perppu jika Ingin KPU Ubah PKPU Pencalonan)

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, ketika ada calon kepala daerah peserta Pilkada serentak 2018 ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi maka sudah semestinya ada mekanisme yang bisa ditempuh oleh partai politik untuk mengganti calon tersebut.

"Kami ingin ada sebuah mekanisme yang dibuka oleh Undang-undang untuk melakukan penggantian," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Tak hanya itu, menurut Hasto, batas waktu kapan calon yang bermasalah tersebut bisa diganti juga harus diatur jelas oleh penyelenggara pemilu.

Sebab, menurutnya, penggantian calon itu bukan hanya kepentingan partai politik semata melainkan juga bagian dari tanggung jawab partai politik kepada publik untuk menghadirkan calon-calon pemimpin terbaik.

"Demi tanggung jawab mendapatkan pemimpin terbaik. Tentu saja kami tanggung jawab di depan rakyat," kata dia.

(Baca juga: KPK Serahkan ke KPU Terkait Usul Pemerintah soal PKPU Kepala Daerah yang Jadi Tersangka)

Hasto juga menambahkan, pihaknya mendukung upaya hukum apapun yang diusulkan pemerintah kepada penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU.

"Sekiranya ada Perppu kami menanggapi itu dengan positif bagi, termasuk dengan revisi PKPU melalui diskusi bersama," kata Hasto.

Sebelumnya, terjadi polemik karena sejumlah calon kepala daerah peserta Pilkada Serentak 2018 ditetapkan menjadi tersangka dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pemerintah lantas meminta kepada KPK agar menunda proses hukum calon kepala daerah lainnya yang sedang dibidik untuk ditetapkan sebagai tersangka.

KPK akhirnya bersuara dan justru meminta pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) agar partai politik bisa mengganti calon kepala daerahnya yang menjadi tersangka.

Demi mengakomodasi usulan KPK, pemerintah justru kembali meminta kepada KPU untuk merevisi PKPU tentang Pencalonan, agar calon yang ditetapkan sebagai tersangka bisa diganti.

Namun, KPU pun bersikeras, demi keadilan dan asas praduga tak bersalah, pihaknya tak akan menuruti usulan tersebut dengan merevisi PKPU tentang Pencalonan.

Kompas TV Hasil jajak pendapat kompas menyimpulkan bahwa publik sangat terbuka dengan kehadiran sosok muda untuk menjadi pemimpin daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com