Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zulkifli Hormati Sikap Fraksi PPP yang Tak Hadiri Pelantikan Tiga Pimpinan MPR

Kompas.com - 26/03/2018, 13:43 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Zulkifli Hasan menghormati sikap Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memastikan tak akan hadir dalam pelantikan tiga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/3/2018), pukul 13.00 WIB.

Tiga pimpinan baru MPR tersebut adalah Ahmad Basarah dari Fraksi PDI-P, Muhaimin Iskandar dari Fraksi PKB, dan Ahmad Muzani dari Fraksi Gerindra.

Menurut Zulkifli, sesuai prinsip demokrasi, PPP punya hak untuk menyatakan keberatan dan tidak hadir dalam pelantikan.

"Kami hormati kan haknya demokrasi begitu," ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/3/2018).

Baca juga : PPP Tidak Akan Hadiri Pelantikan 3 Pimpinan MPR

Zulkifli menegaskan bahwa penambahan pimpinan MPR telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2018 tentang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3).

Ia pun berharap dengan adanya penambahan pimpinan mampu memperkuat implementasi tugas-tugas MPR.

Selain itu, Ketua Umum PAN menilai perlu adanya penambahan kekuatan terkait wacana mengembalikan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang setelah Orde Baru tak lagi berlaku. Wacana tersebut digulirkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

"Untuk pelantikan tiga wakil ketua MPR yang baru sesuai dengan UU. Kita berharap dengan penambahan pimpinan MPR ini bisa membuat memperkuat ya tugas-tugas kita di MPR, apa lagi mengahadapi tahun politik," tuturnya.

"Sebagaimana teman-teman tahu, ada Mbak Mega (Megawati Soekarno Putri) yang ingin ada haluan negara. Ada pimpinan tiga ini mudah-mudahan, bagaimana pentingnya haluan negara sudah sepakat itu. Paling kurang bisa disiapkan dengan baik," kata Zulkifli.

Penolakan PPP

Sebelumnya Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di MPR Arwani Thomafi memastikan fraksinya tak akan hadir dalam pelantikan tiga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Menurut Arwani, sikap tersebut ditempuh sebagai bentui konsistensi PPP yang mempersoalkan beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2018 tentang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), termasuk soal penambahan kursi pimpinan MPR.

Saat Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Kelompok DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/3/2018) lalu, Arwani menyampaikan protes terkait penambahan kursi wakil ketua MPR bagi fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Menurut Arwani, berdasarkan pasal 427A huruf c Undang-undang No. 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3), PKB tidak berhak menduduki kursi pimpinan MPR.

Baca juga : PPP: Ada Kesan Dipaksakan Terkait Pemberian Kursi Pimpinan MPR ke PKB

Pasal 427A huruf c UU MD3 menyatakan, Penambahan kursi wakil ketua MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam pemilihan umum tahun 2014 urutan ke-1, urutan ke-3,serta urutan ke-6.

Arwani mengatakan, dalam sistem kepemiluan, frasa "perolehan suara" dalam pasal tersebut tidak bisa diartikan sebagai "perolehan kursi".

Dalam perolehan suara pemilu 2014, partai yang meraih suara tertinggi yakni PDI-P (18,95 persen). Sementara urutan ketiga yakni Partai Gerindra (11,81 persen) dan urutan keenam yakni PAN (7,59 persen).

Jika dilihat dari segi perolehan kursi terbanyak, PKB memang menempati posisi ke-6. Namun, yang tertera dalam UU MD3 didasarkan pada perolehan suara terbanyak.

Baca juga : PKB Heran, PPP Baru Persoalkan Kursi Pimpinan MPR Saat Rapat Gabungan

Dengan demikian, Arwani memandang jatah satu kursi wakil ketua MPR tidak bisa diberikan kepada PKB.

"Teman-teman yang pernah terlibat dalam pansus RUU Pemilu paham benar suara dan kursi itu berbeda bukan hal yang sama terutama dalam konteks uu pemilu. Ada suara terbanyak dan ada kursi terbanyak," kata Arwani.

Selain itu, implementasi pasal 427A huruf c seharusnya memakai tafsir perolehan suara. Sebab, kata Arwani, jika memakai perolehan kursi, ada kemungkinan partai yang memiliki perolehan kursi di DPR yang sama.

Sementara, kemungkinan tersebut tidak akan terjadi jika perolehan suara di DPR ditafsirkan sebagai perolehan suara nasional.

"Kenapa perolehan suara karena sedikit kemungkinan adanya draw. Tapi kalau menggunakan tafsir perolehan kursi sangat mungkin ada partai yang sama. Itu kenapa dihindari," ucapnya.

Kompas TV Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar berziarah ke makam almarhum mantan Ketua MPR Taufiq Kiemas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com