Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anis Matta: Banyak Capres, Desakralisasi Kekuasaan yang Positif

Kompas.com - 20/03/2018, 19:10 WIB
Palupi Annisa Auliani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Kerja Sama Internasional DPP Partai Keadilan Sejahtera M Anis Matta menyambut baik rencana deklarasi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjadi bakal calon presiden untuk Pemilu Presiden 2019.

Anis Matta berpendapat, saat ini tengah terjadi desakralisasi kekuasaan, dalam arti positif.

"Banyaknya individu dan atau partai politik yang mengajukan pencapresan menunjukkan adanya desakralisasi kekuasaan. Kekuasaan sudah dimaknai sebagai cara pengabdian masyarakat," kata Anis, dalam siaran pers, Selasa (20/3/2018).

Anis pun berpendapat, semakin banyak calon presiden yang maju dalam Pilpres 2019 juga akan berdampak baik bagi demokrasi.

"Orang kini melihat kekuasaan bukanlah sesuatu yang sakral. Siapa saja yang merasa punya gagasan untuk memperbaiki Indonesia, silakan menawarkan gagasannya kepada publik," kata mantan Presiden PKS tersebut.

Menurut Anis, proses desakralisasi kekuasaan ini juga penting untuk meredam tensi politik di masyarakat. Harapannya, ujar dia, kompetisi politik dapat dilalui bersama dengan gembira.

"Berpolitik itu harus dengan suasana hati yang gembira, sehingga kita tidak mudah terbawa perasaan," imbuh Anis.

Berpolitik secara gembira, lanjut Anis, juga mencerminkan kematangan dan kedewasaan berdemokrasi. Orang yang sudah matang, tegas dia, dalam politik tidak akan mengambil jalan pintas kekerasan.

Pencapresan di internal PKS

Terkait proses penyiapan bakal calon presiden dan atau bakal calon wakil presiden di internal PKS, Anis mengaku mendapat kehormatan menjadi satu dari sembilan kandidat.

(Baca juga: Masuk Bursa Capres PKS, Ini yang Disiapkan Anis Matta)

Selain mengapresiasi proses internal pencalonan itu, Anis mengatakan, saat ini yang sedang dia kerjakan adalah merespons aspirasi dari para pendukungnya.

"Sahabat-sahabat saya, anak-anak muda, datang ke saya dan menyatakan kesediaan untuk bergerak. Saya bersyukur dan mengapreasiasi dengan cara berpartisipasi dalam program-program mereka," ungkap Anis.

Anis pun mengaku, belakangan ini cukup sering mengisi seminar atau forum-forum internasional, khususnya di negara-negara dengan banyak penduduk Muslim. Menurut dia, para politisi, aktivis dan akademisi di banyak negara yang dia sambangi tertarik dengan peran Islam dalam transisi demokrasi di Indonesia.

Sebelumnya, Anis berpendapat, Indonesia perlu membuat lompatan besar demi kemajuan bangsa. Bicara dalam Musyawarah Kerja Nasional Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KA-KAMMI), Sabtu (3/2/2018), Anis menyebut pendalaman ulang atas sejarah bangsa akan menjadi modal penting bagi upaya mendapati arah baru Indonesia.

(Baca juga: Mantan Presiden PKS: Santai Saja, Kita akan Lakukan Lompatan Besar)

"(Namun), santai saja, kita akan melakukan lompatan besar. Kita akan lakukan rencana besar, tapi tidak usah tegang," kata Anis, waktu itu.

Anis pun lalu mengurai, ada beberapa tahapan sepanjang sejarah yang dilewati Indonesia. Pertama, sebut dia, era pembentukan Indonesia dari sistem kerajaan menjadi republik. Kedua, tahap membangun bangsa yang modern, ditandai dengan terbentuknya Orde Lama, Orde Baru, dan era reformasi.

"Ini eksperimen kita sebagai bangsa dalam membangun institusi negara kita sebagai bangsa modern," kata Anis.

Masing-masing tahapan, ujar ANis, memberikan sumbangsih tersendiri terutama terakiat fondasi konstitusi dan kehidupan bernegara. Meskipun, imbuh dia, tiap era juga ada catatan tersendiri.

"(Era terkini, yaitu) era reformasi datang untuk membuat sintesa bahwa kita bisa mewujudkan demokrasi dan kesejahteraan," kata Anis.

Sayangnya, lanjut Anis, demokrasi dan kesejahteraan belum juga terlihat menyatu hingga saat ini. Menurut dia, pemilihan pemimpin nasional dalam kontestasi-kontestasi mendatang harus mencermati hal ini.

"Indonesia ini kalau punya leadership yang berpengetahuan akan membuat kita terbang tinggi. Yang membuat kita terbang rendah karena perangkat pengetahuan kita itu yang tidak jelas," kata Anis.

Pemimpin Indonesia, ujar Anis, semestinya memiliki cara dan pengetahuan yang memadai untuk "terbang tinggi" dan melakukan lompatan besar.

"(Saat ini), tempat kita masih jadi medan pertarungan geopolitik negara-negara besar," ujar dia. 

Kompas TV Anis Matta sudah melantik relawan dari 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com