Ia membantah anggapan bahwa pemerintah berupaya menghidupkan kembali pasal tersebut setelah sebelumnya dibatalkan oleh Mahkmah Konstitusi (MK).
Enny menegaskan bahwa pasal tersebut berbeda dengan pasal dalam KUHP yang dibatalkan oleh MK. Dalam draf RKUHP diatur secara jelas mengenai perbedaan antara menghina dan mengkritik.
Selain itu, tim juga sudah mengubah soal ancaman pidana yang dinilai terlalu tinggi.
"Kalau percepatan itu bukan karena ada apa-apa. Karena memang tuntutan terkait perubahan KUHP ini sudah lama. Jadi bukan karena ada kepentingan lain," tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Enny, sistem di pemerintah dan DPR tidak mengenal istilah carry-over.
Artinya, ketika pembahasan RKUHP tidak selesai sebelum Pilpres 2019, maka proses pembahasan harus diulang dari awal pada pemerintahan berikutnya.
"Jadi kalau misalnya tidak selesi, akan kembali lagi ke titik nol. Terus kita begitu terus? Kapan kita bisa memiliki KUHP milik bangsa sendiri," kata Enny.
Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo telah memperpanjang masa kerja Panja RKUHP pada masa persidangan IV tahun sidang 2017-2018.
Bambang memprediksi RKUHP dapat dituntaskan pada akhir masa sidang, yakni pada April 2018.
"RKUHP kita sudah melakukan perpanjangan terhadap Panja RUU KUHP untuk masa sidang yang akan kita jalani. Mudah-mudahan masa sidang ini bisa kita selesaikan dan tuntaskan sebelum tutup masa sidang," ujar Bambang saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/3/2018).