Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RKUHP Timbulkan Polemik, KPPG Minta Pembahasannya Tidak Dipercepat

Kompas.com - 18/03/2018, 14:54 WIB
Kristian Erdianto,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Hetifah Sjaifudian meminta pemerintah dan DPR tidak mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Hetifah menilai ada sejumlah ketentuan dalam RKUHP yang masih menimbulkan polemik dan dinilai tidak berpihak pada kaum perempuan.

"Sepertinya kita perlu waktu lagi untuk menyinkronisasi dan menjamin hingga itu (RKUHP) tidak berdampak negatif terhadap perempuan. Jadi mungkin perumusannya diubah atau revisi tertentu," ujar Hetifah saat ditemui di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Minggu (18/3/2018).

Saat ini pembahasan RKUHP masih menuai polemik dari kalangan masyarakat sipil. Sejumlah pasal yang dianggap warisan kolonial masih saja tercantum dalam RKUHP berdasarkan draf pembahasan per 2 Februari 2018.

Hetifah menyoroti soal perluasan pasal zina. Ia menilai pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi perempuan sebagai korban.

Baca juga: Menkumham Yakin RKUHP Tak Bernasib seperti UU MD3 yang Tak Ditandatangani Jokowi

Pasal 460 ayat 1 huruf e RKUHP per 2 Februari 2018 menyatakan, pidana zina dapat dikenakan jika pelaku belum menikah berdasarkan tuntutan dari orangtua atau anak.

Sementara Pasal 463 mengatur soal pidana jika hidup bersama tanpa ikatan perkawinan atau "kumpul kebo".

Pasal tersebut, kata Hetifah, berpotensi memosisikan perempuan sebagai pelaku tindak pidana.

Ia pun menegaskan bahwa pihaknya akan segera memberikan masukan dalam pembahasan RKUHP.

"Saya kira mereka (DPR dan pemerintah) juga akan merespons ini. Tapi saya juga sudah cek ke Komisi III, masih ada pembahasan. Kami juga akan komunikasi sesegera mungkin," tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional sekaligus tim perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) Enny Nurbaningsih mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo ingin pembahasan RKUHP dipercepat.

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat bertemu tim perumus di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin, Rabu (7/3/2018).

"Presiden ingin agar proses pembahasan RKUHP dipercepat," ujar Enny saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/3/2018).

Menurut Enny, tim perumus dari pemerintah telah memperbaiki sejumlah pasal yang selama ini menimbulkan polemik.

Salah satu pasal yang diubah yaitu pasal penghinaan kepada presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Jokowi Diingatkan Agar Tak Buru-buru Minta RKUHP Segera Disahkan

Ia membantah anggapan bahwa pemerintah berupaya menghidupkan kembali pasal tersebut setelah sebelumnya dibatalkan oleh Mahkmah Konstitusi (MK).

Enny menegaskan bahwa pasal tersebut berbeda dengan pasal dalam KUHP yang dibatalkan oleh MK. Dalam draf RKUHP diatur secara jelas mengenai perbedaan antara menghina dan mengkritik.

Selain itu, tim juga sudah mengubah soal ancaman pidana yang dinilai terlalu tinggi.

"Kalau percepatan itu bukan karena ada apa-apa. Karena memang tuntutan terkait perubahan KUHP ini sudah lama. Jadi bukan karena ada kepentingan lain," tuturnya.

Di sisi lain, lanjut Enny, sistem di pemerintah dan DPR tidak mengenal istilah carry-over.

Artinya, ketika pembahasan RKUHP tidak selesai sebelum Pilpres 2019, maka proses pembahasan harus diulang dari awal pada pemerintahan berikutnya.

"Jadi kalau misalnya tidak selesi, akan kembali lagi ke titik nol. Terus kita begitu terus? Kapan kita bisa memiliki KUHP milik bangsa sendiri," kata Enny.

Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo telah memperpanjang masa kerja Panja RKUHP pada masa persidangan IV tahun sidang 2017-2018.

Bambang memprediksi RKUHP dapat dituntaskan pada akhir masa sidang, yakni pada April 2018.

"RKUHP kita sudah melakukan perpanjangan terhadap Panja RUU KUHP untuk masa sidang yang akan kita jalani. Mudah-mudahan masa sidang ini bisa kita selesaikan dan tuntaskan sebelum tutup masa sidang," ujar Bambang saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/3/2018).

Kompas TV Massa dari sejumlah organisasi, Sabtu (11/3) menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, meminta agar pembahasan RUU KUHP dihentikan.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com