JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta media massa tak sembarang mereproduksi informasi yang sedang viral di media sosial. Apalagi, jika informasi tersebut bukan didasarkan atas fakta atau hoaks.
"Ketika info mudah direpdoduksi, maka kepada siapa lagi masyarakat berharap kalau bukan ke media mainstream atau media konvensional," ujar Komisioner KPI Dewi Setyarini dalam seminar "Jurnalis Televisi, Pilkada Damai Tanpa SARA", di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (2/3/2018).
Menurut Dewi, saat ini ada kebiasaan media massa mereproduksi informasi yang sedang ramai dibicarakan di media sosial.
Menurut dia, ketika informasi yang tidak benar tersebut direproduksi secara mentah-mentah, maka media massa tersebut sama saja membantu menyebarkan berita bohong kepada masyarakat.
(Baca juga: Masyarakat Anti Fitnah Indonesia Akan Buat Pusat Data Hoaks Nasional)
Padahal, menurut Dewi, banyak konten di media sosial yang berpotensi memecah-belah dan menimbulkan konflik. Dia melanjutkan, belum lagi yang berbau suku, agama dan ras.
Menurut Dewi, informasi seperti itu biasanya marak di media sosial ketika berdekatan dengan masa kampanye dan pemilihan umum.
Dewi berharap, media massa justru membantu masyarakat mendapat informasi yang benar. Media massa dapat menjalankan fungsinya dalam memberikan edukasi mencegah terjadinya konflik.
"Masyarakat ingin melihat tayangan yang menyejukkan, yang tidak buat bingung dan tidak membuat situasi semakin panas," kata Dewi.