Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Nama yang Diprediksi Bersaing Ketat Jadi Cawapres 2019

Kompas.com - 23/02/2018, 19:00 WIB
Yoga Sukmana,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Bila nama calon presiden 2019 mencuat kepada dua nama yakni, Jokowi dan Prabowo, lain halnya dengan calon wakil presiden.

Berdasarkan survei Alvara Research Center, nama-nama seperti Gatot Nurmantyo, Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, hingga Jusuf Kalla memiliki elektabilitas yang tak terpaut jauh.

Namun, dari nama-nama yang ada, tiga nama yang disebutkan di awal diperkirakan akan bersaing ketat.

"Pak Gatot itu representasi militer, Cak Imin (Muhaimin Iskandar) representasi Islam, dan AHY representasi muda," ujar CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali di Jakarta, Jumat (23/2/2018).

Dari sisi elektabilitas, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi nama teratas dengan elektabilitas mencapai 17,2 persen. Di bawah AHY, ada Gatot Nurmantyo dengan 15,2 persen.

(Baca juga: Ditanya Sosok dan Kriteria Cawapres, Jokowi Sebut Sudah Ada di Kepala)

Lalu ada Jusuf Kalla 13,1 persen, Anies Baswedan 9,3 persen, dan Muhaimin Iskandar 8,9 persen.

Lantas siapa yang layak mendampingi Jokowi atau kandidat capres lain yang akan maju di Pilpres 2019? Itu tergantung kepada beberapa hal.

Pertama, faktor populisme berbasis agama. Menurut Hasanuddin, bila "pertarungan" politik nasionalis dan Islami tetap mewarnai dan mendominasi wacana dalam perebutan potensi suara, capres akan memilih cawapres yang memiliki kekuatan dengan basis Islam-nya.

Jika mengacu kepada tiga nama di atas, Muhaimin Iskandar menjadi yang terdepan. Selain sebagai Ketua Umum PKB, ia juga dikenal sebagai tokoh Nahdlatul Ulama (NU).

Kedua, faktor pemilih milenial atau muda. Hal ini menjadi penting lantaran mayoritas pemilih Pemilu 2019 adalah kaum muda dengan rentang usia 17-35 tahun.

(Baca juga: Ditanya Kriteria Cawapres, Jokowi Akan Bicara dengan Partai Pendukung)

 

Dalam kondisi ini, para capres akan berebut memilih cawapres dari tokoh muda. Tokoh muda yang dinilai paling kuat dari sisi elektabilitas, yakni AHY.

Ketiga, faktor ekonomi. Dalam setiap pemerintahan, faktor ini mendapatkan perhatian serius lantaran menyangkut kesejahteraan rakyat.

Bila masyarakat merasa tidak puas dengan kinerja ekonomi pemerintahan saat ini, memilih cawapres yang memiliki kemampun ekonomi akan ditempuh para capres.

Persoalannya, dari tiga nama di atas tidak ada satu pun yang dinilai memiliki kemampuan di bidang ekonomi. Hasanuddin menilai, akan ada opsi lain di luar ketiga nama kandidat Cwapres di atas.

Salah satu nama yang diprediksi menjadi yang terdepan adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namun, faktor ketiga ini masih akan ditentukan oleh kinerja ekonomi pemerintah.

"Kalau (capres) melihat butuh sosok militer yang kuat, dipilih cawapres dari militer. Ini kesimpulan kami," kata Hasanuddin.

Kompas TV Presiden Joko Widodo membuka Rakernas PDI-P di Sanur, Bali. Agenda rakernas PDI-P kali ini membahas Pilkada 2018, serta Pileg dan Pilpres 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com