Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yasonna: Bedakan Mana Kritik, Mana Penghinaan

Kompas.com - 20/02/2018, 17:10 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, kekhawatiran publik bahwa pasal penghinaan presiden dalam Rancangan KUHP bisa membungkam aspirasi masyarakat, tidak beralasan.

Sebab, pendapat berupa kritik tentu tidak dapat dijerat menggunakan pasal itu. Hanya pendapat yang mengandung unsur penghinaan atas personal yang termasuk dalam jangkauan pasal tersebut.

"Orang harus bedakan mana kritik, mana penghinaan. Contoh saya sebagai menteri. Saudara mengatakan Menkumham Yasonna Laoly ngurus Lapas enggak becus, ngurus imigrasi enggak becus. That's fine with me," ujar Yasonna saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Selasa (20/2/2018).

Baca juga : Pasal Penghinaan Presiden Dianggap Bisa Jadi Alat Memukul Lawan Politik

"Tapi kalau mengatakan kepada saya, mamanya Pak Laoly enggak jelas siapa, wah itu saya kejar kau. Sampai ke liang lahat pun saya kerja kau, karena itu merendahkan personal, merendahkan martabat, bukan budaya kita," lanjut dia.

Saat ditanya pasal yang mengatur tentang pemidanaan bagi pelaku penghinaan sudah diatur dalam KUHP saat ini, menurut Yasonna, hal itu tidaklah cukup. Sebab, pasal itu mengatur tidak spesifik kepada presiden.

Di sisi lain, presiden adalah salah satu simbol negara yang harus dijaga kehormatannya dan wibawanya, terutama oleh rakyatnya sendiri.

Baca juga : Jika Pasal Penghinaan Presiden Dihidupkan, Sangat Mungkin Dibatalkan MK

"Presiden ini kan dipilih rakyat, beda. Ini soal kehormatan pimpinan negara," ujar dia.

Yasonna meminta masyarakat tidak khawatir pasal tersebut akan berdampak kepada pembungkaman suara rakyat. Menurut dia, RKUHP itu juga akan memuat secara rinci tindakan seperti apa saja yang termasuk ke dalam kategori penghinaan terhadap kepala negara.

"Nanti akan dijelaskan di dalam ketentuan perudangan, ada penjelasannya," lanjut dia.

Kompas TV DPR berusaha memasukan kembali pasal penghinaan presiden ke dalam rancangan KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com