Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Diminta Gerak Cepat Usut Hakim yang Diduga Nikmati Fasilitas Freeport

Kompas.com - 09/02/2018, 17:11 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Advokat dari lembaga advokasi hukum dan HAM Lokataru meminta Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) untuk gerak cepat memeriksa hakim Pengadilan Negeri (PN) Mimika, Papua, yang diduga menikmati fakultas dari PT Freeport Indonesia.

Hari ini, dua Advokat dari Lokataru melaporkan Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Mimika, Papua, Relly D. Behuku ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

"Kami minta MA bergerak cepat untuk merespon ini," ujar advokat Lokataru Nurkholis Hidayat di Kantor Bawas MA, Jakarta, Jumat (9/2/2018).

Relly diduga menempati rumah atau tempat tinggal yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia. Padahal kompleks tempat rumah tersebut adalah kompleks karyawan atau pekerja Freeport.

Baca juga : Diduga Nikmati Fasilitas Freeport, Ketua PN Mimika Dilaporkan ke MA

Tidak cuma itu, Relly D. Behuku juga tercatat masuk ke dalam data base PT Freeport Indonesia. Dalam data base itu, Relly tercatat sebagai staf kontraktor PT Freeport Indonesia.

Bahkan, data itu juga mengungkapan bahwa Pengadilan Negeri Kabupaten Mimika merupakan vendor dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.

Atas dasar itu, Bawas MA diminta untuk memeriksa hakim-hakim yang ada di PN Mimika.

Keterkaitan antara PN Mimika dengan PT Freeport Indonesia dinilai akan membuat kerja para hakim tidak lagi independen.

Apalagi, PN Mimika juga menangani kasus 9 karyawan Freeport yang dibawa ke meja hijau akibat aksi mogok kerja tahun lalu.

Baca juga : Makna 10 Persen Saham Freeport untuk Papua

Nurkholis menilai Bawas MA perlu kerja cepat, sebab kasus 9 karyawan Freeport akan memasuki tahapan pembuktian pada Selasa pekan depan.

Sementara itu advokat Lokataru lainnya, Haris Azhar berharap, bila nantinya para hakim di PN Mimika terbukti melanggar kode etik, maka harus segara dinonaktifkan.

Tidak hanya itu, rencananya Nurkholis dan Haris juga akan melaporkan kasus ini kepada KPK karena ada dugaan gratifikasi kepada para hakim.

Saat ini, Nurkholis dan Haris menjadi advokad untuk 9 karyawan Freeport yang dibawa ke pengadilan akibat mogok kerja pada tahun lalu.

Kompas TV PT Freeport Indonesia akhirnya kembali mengantongi izin perpanjangan ekspor konsentrat.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com