Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Minta Pasal Penghinaan Presiden Jadi Delik Aduan

Kompas.com - 07/02/2018, 14:31 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Golkar belum sepakat dengan pasal penghinaan presiden yang diusulkan pemerintah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Anggota Panja RKUHP dari Fraksi Golkar Adies Kadir mengatakan, ada dua poin yang belum disepakati Golkar.

Pertama, pasal penghinaan presiden yang diusulkan pemerintah merupakan delik umum. Sementara, Fraksi Golkar meminta agar pasal ini menjadi delik aduan.

"Dan diperbolehkan melapor yakni langsung dengan yang bersangkutan. Jadi presiden dan wapres apabila merasa dicemarkan nama baik, Beliau harus melapor sendiri. Bukan orang lain," kata Adies Kadir di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Baca juga: Menkumham: Jangan Jadi Liberal, Pasal Penghinaan Presiden Harus Ada

Materi kedua yang belum disepakati adalah mengenai lama hukuman. Pemerintah mengusulkan agar hukuman bagi penghina presiden dan wakil presiden adalah 5 tahun penjara.

Golkar meminta agar hukuman tersebut dikurangi.

"Kami minta pemerintah mempertimbangkan ancaman hukuman yang lima tahun," kata Adies.

Berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.

Baca juga: Yasonna Bantah Pasal Penghinaan Presiden Pesanan Jokowi

Pasal ini tetap dipertahankan meski sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Bahkan, pasal terkait penghinaan presiden ini diperluas dalam pasal selanjutnya, dengan mengatur penghinaan melalui teknologi informasi.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan, aturan tersebut tidak dibuat untuk membatasi masyarakat mengkritik Presiden.

Yasonna memastikan, nantinya akan dibuat batasan yang jelas sehingga pasal ini tidak multitafsir.

Baca juga: Anggap Demokrasi Kebablasan, PDI-P Dukung Pasal Penghinaan Presiden

Ia memastikan masyarakat tetap bisa menyampaikan kritik yang membangun terhadap presiden.

"Kalau mengkritik pemerintah itu memang harus, tapi menghina itu soal personal, soal yang lain, ini simbol negara," kata dia.

Kompas TV DPR berusaha memasukan kembali pasal penghinaan presiden ke dalam rancangan KUHP.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com