Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Apakah Demokrasi Liberal Sungguh Menyejahterakan Masyarakat?

Kompas.com - 26/01/2018, 08:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

JOSEPH Stiglitz, penerima dua penghargaan Nobel Laureate (tahun 2001 untuk kategori ekonomi dan tahun 2007 untuk kategori perdamaian), pada kuliah umum di Central Europe University, Budapest, Hungaria, awal November 2014, dengan berat hati harus memberikan jawaban negatif atas pertanyaan yang sekaligus menjadi topik kuliah umum waktu itu.

Stiglitz memberikan jawaban "No" untuk pertanyaan yang berbunyi "Can Iiberal democracy create shared and sustained prosperity?"

Di satu sisi, Stiglitz sebenarnya bukanlah ekonom yang anti kapitalisme. Tapi disisi lain beliau juga bukan penganut paham neoliberalisme klasik yang secara ideologis percaya bahwa "pasar" atau "market" akan bekerja sendiri (by its self - self regulating market) untuk meningkatkan produktifitas dan mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi, kemudian memberikan landasan untuk lahirnya pemerataan dan kesejahteraan.

Dalam perspektif neoliberalisme, pasar tidak perlu diintervensi terlalu dalam. Tugas pemerintah hanya memfasilitasi dengan regulasi-regulasi yang diperlukan.

Jika kemudian terjadi ketimpangan (inequality), disparitas pendapatan, bahkan kemiskinan, maka persoalannya terletak pada aras "distribusi" dan "redistribusi", bukan pada kesalahan "market mechanism" (mekanisme pasar).

Sehingga konsekuensinya, pemerintah harus memberikan lebih banyak insentif kepada masyarakat yang tertinggal secara ekonomi atau kepada kelompok-kelompok marginal agar mereka bisa mengalami mobilisasi sosial (naik kelas), mulai dari insentif pendidikan, kesehatan, insentif teknologi, kemudahan kredit usaha, pinjaman untuk konsumsi rumah tangga atau pinjaman pendidikan, dan berbagai kebijakan yang berkategori safety net (jaring pengaman) maupun cash transfer.

Namun lebih jauh dari itu, Stiglitz tampaknya bergerak lebih progresif dari itu. Ketimpangan dan disparitas dalam berbagai aspek bukan sekadar urusan distribusi dan redistribusi atau soal beban pajak tinggi yang harus dikenakan kepada kelas tertentu, melainkan juga soal fundamental ekonomi dari sistem kapitalistik itu sendiri yang mengidap beberapa penyakit akut yang akhirnya secara terus-menerus memproduksi ketimpangan, kemiskinan, dan aneka pola disparitas di dalam masyarakat.

Dengan membiarkan pasar bergerak dalam logika self regulating market, maka pemerintah juga telah melebarkan kesempatan (opportunity) bagi kelompok-kelompok masyarakat kaya untuk terus memperkaya diri.

Yang lebih menyakitkan, kata Stiglitz, opportunity itu juga melebar menjadi kesempatan yang digunakan untuk mengeksploitasi kekayaan dari kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Menurunnya produktivitas modal

Hal ini terjadi karena menurunnya produktivitas modal dan berkembangnya model ekonomi rent seeking atau ekonomi rente di mana modal-modal menginvasi dunia politik untuk memengaruhi kebijakan pemerintah demi keuntungan segelintir pemilik modal sehingga mengalihkan banyak anggaran negara ke sektor-sektor yang justru tidak menguntungkan masyarakat.

Yang dimaksud oleh Stiglitz dengan penurunan produktivitas modal (kekayaan/wealth) adalah bahwa di satu sisi pihak pemilik modal mengalami penumpukan (akumulasi) kekayaan, tetapi di sisi lain kekayaan itu ternyata tidak ditempatkan pada sektor ekonomi produktif yang seharusnya bisa menciptakan trickle down effect untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

Mereka lebih memilih untuk menempatkan modal yang terus berakumulasi tersebut ke dalam sektor finansial (perbankan, ekuitas, obligasi, surat utang, dan lainnya) agar mendapatkan imbal hasil dan bunga (rent). Begitulah orang kaya kontemporer melipatkangandakan kekayaannya menurut Stiglitz.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com