Seyogianya Pemerintah Indonesia belajar dari Eindhoven Airport Decree yang begitu mempertimbangkan keputusan Menteri Pertahanan dalam membuka pangkalan udara untuk penerbangan sipil.
Domain ini tidak lagi menjadi milik menteri perhubungan semata. Jika tidak segera dituntaskan, persoalan ini dapat menjadi bom waktu yang berpotensi memperburuk hubungan sipil-militer dalam penyelenggaraan transportasi udara.
Solusi nyata untuk saat ini ialah mengecualikan keberlakuan penanaman modal asing terkait bandara di seluruh pangkalan udara.
Investasi asing di bandara dapat dianggap sebagai berkah bagi perusahaan, namun sebaliknya, merupakan suatu ancaman (threat) bagi militer. Maka pangkalan udara seyogianya bebas dari investasi, baik lokal maupun asing. Perbedaan perspektif ini harus dapat terakomodasi dan alangkah baiknya jika dapat dituangkan melalui instrumen hukum.
Kemudian, klasifikasi pangkalan udara dapat diterjemahkan menjadi pembatasan volume penerbangan komersial sipil pada pangkalan udara di mana terdapat skadron tempur atau angkut.
Batas waktu perlu dicantumkan guna mendorong pemerintah daerah dan/atau investor untuk mempercepat pembangunan bandara di daerah. Setelahnya, pangkalan udara yang menjadi basis skadron tempur atau angkut tidak akan menerima penerbangan komersial sipil.
Solusi di atas tidak akan terlaksana tanpa kemauan politik pemerintah. Untuk itu, kementerian pertahanan yang mewakili tiga matra seyogianya dapat berupaya lebih untuk meyakinkan pemerintah agar mereka turut dilibatkan. Kalau Belanda bisa, mengapa Indonesia tidak? Toh keduanya sama-sama negara hukum.
Urgensi ini akan menjadi semakin nyata jika batasan partisipasi modal asing dalam kegiatan pembangunan dan pengoperasian bandara di Indonesia akan lebih terbuka; sebagaimana dipaparkan dalam tulisan Saudara Hendra Ong (Baca juga : Peluang Terbuka bagi Investor Swasta Membangun Bandara di Indonesia).
Akhir kata, ekuilibrium pemanfaatan bersama pangkalan udara masih belum menemukan titik temu optimal di Indonesia, setidaknya untuk saat ini.
Jangan sampai duri dalam daging ini dibiarkan terlalu lama sehingga mengorbankan hak rakyat di daerah untuk menikmati sarana transportasi udara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.