Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman: Impor Beras Mengabaikan Prinsip Kehati-hatian

Kompas.com - 15/01/2018, 13:04 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia menemukan gejala malaadministrasi dalam langkah pemerintah melakukan impor beras 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand.

"Ada beberapa gejala malaadministrasi yang kita temukan," kata anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (15/1/2018).

Pertama, adalah penyampaian informasi stok yang tak akurat kepada publik.

Kementerian Pertanian selalu menyatakan bahwa produksi beras surplus dan stok cukup hanya berdasarkan perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa disertai jumlah dan sebaran stok beras secara riil.

Gejala kenaikan harga sejak akhir tahun, tanpa temuan penimbunan dalam jumlah besar, mengindikasikan kemungkinan proses mark-up data produksi dalam model perhitungan yang digunakan selama ini.

"Akibat pernyataan surplus yang tidak didukung data akurat tentang jumlah dan sebaran stok beras yang sesungguhnya di masyarakat, pengambilan keputusan berpotensi keliru," kata Alamsyah.

(Baca juga: Serikat Petani: Impor beras Langgar UU Pangan)

Ketua Ombudsman Amzulian Rifai dan Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih dalam jumpa pers terkait kenaikan harga dan impor beras di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (15/1/2018). KOMPAS.com/Ihsanuddin Ketua Ombudsman Amzulian Rifai dan Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih dalam jumpa pers terkait kenaikan harga dan impor beras di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (15/1/2018).

Kedua, Ombudsman melihat impor beras ini juga mengabaikan prinsip kehati-hatian. Keputusan impor beras untuk didistribusikan ke pasar khusus secara langsung dilakukan dalam masa yang kurang tepat.

Hasil pantauan Ombudsman di 31 provinsi pada 10-12 Januari 2018 menunjukkan, stok di masyarakat memang pas-pasan dan tak merata, namun dalam situasi menjelang panen.

Dalam situasi stok pas-pasan dan tak merata, maka kewenangan yang harus dioptimalkan terlebih dahulu adalah pemerataan stok.

Menurut Alamsyah, dalam situasi stok di Bulog menipis dan psikologi pasar cenderung mengarah pada harga merangkak naik, maka jikapun harus impor tujuannya adalah untuk meningkatkan cadangan beras dan kredibilitas stok Bulog di hadapan pelaku pasar dalam kerangka stabilisasi harga.

"Bukan untuk mengguyur pasar secara langsung, apalagi pasar khusus yang tidak cukup signifikan permintaannya," ujar Alamsyah.

(Baca juga: Temuan Ombudsman, Persediaan Beras Pas-Pasan dan Tak Merata)

 

Selanjutnya, Ombudsman juga mempertanyakan langkah Kementerian Perdagangan yang menunjuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia sebagai importir.

Padahal, yang diberikan tugas impor dalam upaya menjaga stabilitas harga adalah Perum Bulog.

Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d Perpres No. 48/2016 dan diktum ketujuh angka 3 Inpres No. 5/2015.

"Penunjukan PT PPI sebagai importir berpotensi melanggar Perpres dan Inpres," ucap Alamsyah.

Ombudsman juga mempertanyakan terbitnya peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1/2018 yang mengatur BUMN bisa melakukan impor.

Ombudsman menilai aturan tersebut dibuat begitu cepat dan tanpa sosialisasi juga berpotensi mengabaikan prosedur dan mengandung potensi konflik kepentingan.

Kompas TV Ketua MPR Zulkifli Hasan ikut berpendapat mengenai rencana impor beras yang menuai kritikan luas di tengah masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com