JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mengkhawatirkan batas pemberian Surat Keterangan Pemberhentian TNI/Polri yang bisa diberikan 60 hari setelah ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada), dapat mengganggu netralitas.
Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan bahwa kekhawatiran Bawaslu tersebut cukup beralasan. Sebab dalam waktu 60 hari tersebut kemungkinan potensi kecurangan terbuka lebar.
"Kekhawatiran Bawaslu saya pikir cukup beralasan, dalam waktu 60 hari bisa jadi TNI/Polri menggunakan jabatannya," kata Veri dihubungi, Sabtu (30/12/2017).
Karenanya kata Veri, dengan adanya potensi munculnya kecurangan tersebut. Maka Bawaslu perlu melakukan antisipasi dan pengawasan secara intensif.
"Ketika proses pencalonan nanti sudah bisa diidentifikasi, daerah mana saja yang ada kandidat dari TNI/Polri atau PNS yang potensi melakukan kecurangan Pilkada," kata dia.
(Baca juga : Batas Waktu Penyerahan SK Pemberhentian Berpotensi Ganggu Netralitas TNI-Polri)
"Daerah-daerah tersebut bisa dilakukan pengawasan intenstif oleh Bawaslu. Karena ada kekhawatiran kecurangan dan lainnya itu," tambah Veri.
Saat ini kata Veri, Bawaslu tak perlu mengeluhkan mengenai aturan yang telah ada. Tapi seharusnya lebih fokus melakukan pengawasan.
Aturan mengenai batas pemberian SK Pemberhentian 60 hari tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2018.
"Ini satu catatan positif bagi Bawaslu bahwa ada kekhawatiran itu. Maka strategi pengawasan harus semakin dikuatkan oleh Bawaslu. Bukan hanya jadi catatan dan kekhwatiran saja," tegas Veri.
(Baca juga : Potensi Konflik Pilkada dengan Calon dari TNI-Polri Dinilai Lebih Tinggi)
Sebelumnya, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengkhawatirkan batas pemberian Surat Keterangan Pemberhentian PNS TNI yang bisa diberikan 60 hari setelah ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan kepala daerah ( Pilkada), dapat mengganggu netralitas.
"Memang ketika mau mendaftar, mereka harus mengajukan surat pengunduran diri. Tetapi kan berita surat (SK) dari pejabat yang berwenang itu paling lambat (diberikan) 60 hari setelah penetapan," katanya di Jakarta, Jumat (29/12/2017).
"(Batasnya) Sampai April (jika penetapan Februari). Jadi, dari bulan Februari, Maret, April, itu dia punya pengaruh yang luar biasa," kata dia lagi.
Fritz menyampaikan, memang tidak ada larangan bagi anggota TNI-Polri untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, jika menyatakan kesediaan mengundurkan diri.
"Tetapi ketika penetapan pemberhentian lama keluarnya, dia punya pengaruh yang masih besar untuk mengelola yang dia punya. Dan itu tidak seimbang dengan yang lain," terang Fritz.