JAKARTA, KOMPAS.com — Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyoroti lemahnya kontrol Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Kemendikbud), khususnya Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud dalam hal penilaian buku sebelum beredar di sekolah-sekolah.
Sekjen FSGI Heru Purnomo dalam keterangan tertulis, Rabu (27/12/2017), menyebutkan, ada sejumlah buku berisi ajaran radikalisme, konten kekerasan, dan pornografi yang lolos dari penilaian.
Kasus terakhir yang cukup menghebohkan adalah buku IPS kelas VI SD terkait penyebutan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Buku tersebut lolos penilaian dalam program Buku Sekolah Elektronik oleh Kemendikbud.
(Baca juga: Salah Tulis Ibu Kota Israel, Penerbit Diminta Tarik Buku IPS Kelas VI SD di Grobogan)
Selain itu, ditemukan juga buku yang diduga kuat berisi konten yang mengampanyekan LGBT dengan judul “Balita Langsung Lancar Membaca” yang ditulis Intan Noviana dan diterbitkan Pustaka Widyatama.
"Pemerintah harus memberdayakan Pusat Kurikulum dan Perbukuan melaksanakan tugas dan fungsinya mengontrol buku-buku pelajaran agar berkualitas. Supaya tidak ada lagi kasus buku yang mengandung konten kekerasan, pornografi, dan radikalisasi," kata Heru.
Masalah Kekerasan
Poin selanjutnya yang menjadi catatan FSGI adalah masifnya kekerasan di dunia pendidikan, baik yang dilakukan sesama siswa maupun yang dilakukan guru.
Heru mencontohkan kekerasan terhadap SR, siswa kelas III SD di Sukabumi yang tewas setelah berkelahi dengan temannya.
Pukulan temannya mengakibatkan SR terjatuh dan pingsan. Namun, ternyata SR memiliki kelainan pengentalan darah sehingga posisi jatuh tersebut mengakibatkan darah yang kental tidak bisa mengalir secara lancar.
Selain itu, di Lombok Barat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan FSGI Mataram pernah menerima laporan terkait pemukulan terhadap sejumlah siswa yang kerap dilakukan seorang oknum guru.
Kekerasan tersebut diam-diam ada yang merekam dan menjadi barang bukti.
(Baca juga: Federasi Serikat Guru: 2017, Kekerasan di Dunia Pendidikan Makin Masif)
"Guru tersebut justru menjadi andalan kepala sekolah dalam menertibkan para siswa. Kepala sekolah justru sangat menaruh hormat dan bangga terhadap guru tersebut," kata Heru.
Seperti diketahui, setidaknya ada enam hal yang menjadi catatan kritis FSGI terkait kebijakan Kemendikbud, khususnya di bidang pendidikan.
Keenam hal itu adalah, pertama, sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang langsung diterapkan 100 persen di seluruh Indonesia.
Kedua, soal kebijakan lima hari sekolah atau yang lebih dikenal dengan istilah full day school.
Ketiga, masifnya kekerasan di dunia pendidikan, baik yang dilakukan sesama siswa maupun yang dilakukan guru.
Keempat, buku pelajaran yang menuai kontroversi. Kelima, pemahaman literasi. Keenam, tunjangan profesi pendidik (TPP) yang penyalurannya terus bermasalah.